INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI PERAIRAN

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

 

PERCOBAAN II

INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI PERAIRAN

NAMA                                               : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                                                    : H41113341

KELOMPOK                                    : II (DUA) B

HARI/TGL. PERCOBAAN                        : SELASA 18 MARET 2014

ASISTEN                                          : ANWAR

                                               : AHMAD SOLEH

 

 

 

 

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB 1

PENDAHULUAN

 

I.1 Latar Belakang

            Ekosistem merupakan suatu sistem di alam dimana terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada kelengkapan komponennya. Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat (terestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Komponen-komponen suatu ekosistem perairan dapat dikenal berdasarkan cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme yang cukup banyak dalam suatu perairan sangat ditentukan pula oleh jenis substrat dasar, makin bervariasi substrat, makin bervariasi pula organisme yang dapat hidup di dalamnya. Umumnya organisme yang termasuk bentos didominasi oleh hewan-hewan dari kelompok gastropoda, bivalvia, crustaceae, dan annelida (Umar, 2014).

Secara empiris wilayah perairan merupakan tempat aktivitas ekonomi yang cukup berkembang di setiap era, yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi, rekreasi, dan pariwisata serta kawasan pemukiman bagi penduduk asli maupun pendatang dan juga dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah oleh beberapa negara (Dahuri, 2002).

Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks bologi. Cara ini dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organism ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan,sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnyakondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).

I.2. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan yaitu :

  1. Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks Perbandingan Sekuensial
  2. Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan mengenai Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 18 Maret 2014 pukul 14.00 – 17.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 06.00 – 08.00 WITA bertempat di Danau Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi (Amrullah, 2010).

Pemanfaatan ekosistem perairan secara terus menerus akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan, maka bentos digunakan sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).

Cairns et al pada tahun 1971 mengembangkan suatu metode yang sederhana, tetapi cukup baik untuk mengestimasi keanekaragaman biologis secara relatif, yang disebut “sequential Comparison Index” atau disingkat dengan S.C.I. Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut Cairns, indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau, dan laut. Cara ini tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan(Umar, 2014).

Dalam setiap ekosistem air, jumlah kehidupan binatang berbanding lurus dengan jumlah kehidupan tumbuhan yang ada di dalamnya. Semua bagian utama tanaman dan hewan diwakilik secara baik dalam komunitas perairan. Organisme perairan digolongkan sesuai dengan bentuk dan kebiasaan hidupnya, wilayahnya atau sub habitat sesuai dengan letaknya dalam rantai makanan (Resosoedarmo, 1993).

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena sering terjadi kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos selalu terus-menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan bentos (Odum, 1993).

Penggolongan ekologi yang didasarkan pada bentuk kehidupan atau kebiasaan hidup, yaitu (Setiadi,1989) :

     1.      Plankton

Plankton adalah organisme yang pergerakannya diatur oleh arus perairan. Cara ideal untuk mempelajari plankton merupakan cara yang tidak hanya memperkirakan jumlah makhluk hidup, namun juga suatu konsentrasi spesies sangat berbeda dalam ukuran. Umumnya plankton hewan (zooplankton) lebih besar daripada plankton tumbuhan (fitoplankton). Beberapa fitoplankton mempunyai ukuran kurang dari 1/100 mm dan dapat lolos dari jarring-jaring plankton terhalus. Bentuk plankton seperti ini disebut sebagai nano plankton. Bentuk lebih besar yang tertahan oleh jarring-jaring plankton standar disebut plankton jaring atau plankton tersaring.

     2.      Bentos

Bentos merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Nama bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar diketahui bahwa istilah “bentos” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman terbesar dari badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga dengan sifat fisik substrat, keragama demikian hanya beberapa sifat dapat diketahui. Hewan bentos dibagi berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring, seperti kerang dan pemakan deposit seperti siput.

     3.      Nekton

Nekton adalah organisme yang dapat bergerak dan berengan dengan kemauan sendiri.

     4.      Neuston

Neuston adalah organisme yang beristirahat dan pada permukaan perairan.

     5.      Perifiton

Perifiton atau lebih tepat aufwuchs adalah nama yang diberikan pada kelompok berbagai organisme yang tumbuh atau hidup pada permukaan bebas yang melayang dalam air seperti tanaman, kayu, batu dan permukaan yang menonjol.

Bentos mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.  Dimana dalam ekosistem perairan, makrozoobentos sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Sumarwono, 1980).

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yaitu (Lakitan, 1987):

  1. Suhu
  2. Arus
  3. Oksigen terlarut (DO)
  4. Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
  5. Kimia (COD)
  6. Kandungan nitrogen (N)
  7. Kedalaman air
  8. Substrat dasar

Keberadaan hewan bentos dalam suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotick maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air (Sumarwono, 1980).

Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup didasar laut dan cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Selain itu bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air (Odum, 1993).

Cara untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, yaitu denganmenangkap hewan tersebut dengan menggunakan berbagai kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala, ayakan, Eickman grab maupun alat-alat lainnya. Dari hasil penangkapan tersebut kemudian dilakukan perhitungan indeks perbandingan sekuensial untuk mengetahui seberapa tercemar daerah tempat dimana hewan tersebut ditangkap (Umar, 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PERCOBAAN

 

III.1. Alat

            Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, Eickman Grab, ayakan (mess), pinset, baskom, baki plastik, dan kaca pembesar (lup) .

 

III.2. Bahan

            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bentos, air, dan alkohol dan kaos tangan karet.

 

III.3. Cara kerja

Cara kerja dalam percobaan ini adalah:

1. Cara Pengambilan Sampel

     a. Menggunakan Eickman Grab

  1. Membuka kedua belahan pengeruk Eickman Grab hingga menganga dan mengaitkan kawat penahannya pada tempat pengait kawat yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
  2. Memasukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
  3. Menjatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya, sehingga kedua belahan Eickman Grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terkumpul di dalam kerukan.
  4. Menarik secara perlahan-lahan Eickman Grab keatas dan menumpahkan isinya kedalam baskom.
  5. Mengayak sampelsambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang. Dipilih bentos yang didapat dan dimasukkan kedalam botol.

b. Menggunakan ayakan (mess) :

  1. Mengambil lumpur yang bercampur organisme yang berada pada dasar perairan dengan menggunakan ayakan.
  2. Mengangkat secara perlahan lalu membersihkannya dengan menggunakan air (masih tetap menggunakan ayakan).
  3. Melakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali di tempat yang berbeda.
  4. Menyimpan sampel yang telah diayak pada baskom plastik yang telah disediakan.
  5. Memasukkan sampelkedalam botol.

2. Cara kerja di Laboratorium

  1. Menumpahkan sampel yang telah diambil kedalam wadah yang telah disediakan dan mengambil satu persatu secara acak dan meletakkannya pada wadah yang lain sambil diurutkan.
  2. Mengurutkan sampel danmembandingkannyadarijenisA dengan jenisB, jenisB dengan jenisC dan seterusnya, kemudian melihat apakah sejenis atau tidak.
  3. Melakukan pengamatan diatas meja. Jenis yang dianggap sama diberi kode yang sama dan ini berarti tergolong se “Run”. Hal ini dilakukan secara acak, asal serangkaian sampel tadi dianggap sama.
  4. Melakukan pengamatan sampai semua sampel habis, dicatat semua data dalam buku, kemudian melakukan perhitungan Indeks Keanekaragaman Sekuensial bentos tersebut dengan menggunakan rumus Indeks Perbandingan Sekuensial :

S. C.I (L. P. S) =

DAFTAR PUSTAKA

 

Amrullah, T., (2010), Struktur Komunitas Makrozoobenthos, http://eprints.undip.         ac.id/23802/1/Amrullah_Taqwa.pdf, (diakses pada tanggal 18 Maret 2014, pppppppada pukul 20.00 WITA).

 

Dahuri, R., (2002), Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui iiiiiiiiiiiiSektorPerikanan dan Kelautan, Lembaga Informasi dan Studi iiiiiiiiiiiiPembangunanIndonesia,Jakarta.

 

              Lakitan, B., (1987), Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir, PT RajaggggggGrafindo Persada, Jakarta.

 

Odum, E., (1993), Dasar-Dasar Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Resosoedarmo, (1993), Polusi Domestik dan Kualitas Air, Gadjah Mada iiiiiiiiiiiiUniversity Press, Yogyakarta.

 

Setiadi, A., (1989), Pengantar Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

 

Sumarwono, (1980), Ekologi Perairan, Universitas Padjajaran, Bandung.

 

Umar, M. R., (2014), Penuntun Praktikum Ekologi Umum,Jurusan Biologi iiiiiiiiiiiUniversitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

IV.1 HASIL

IV.1.1 Tabel Pengamatan Untuk Ayakan

AA CCC BB CCCC B CCCC BBB CCCC D BBB C BB C B C B C B C D

nSpecimen : 38

nRun         : 20

nTaksa       : 4

 

IV.1.2 Tabel Pengamatan Untuk Eickman Grab

AAAAAA C BB E CCCC B D E CC B A BB AA B C BBB D BBBBBB E C BBBBBB

nSpecimen : 45

nRun         : 21

nTaksa       : 5

 

Keterangan :

 

N Run                      = Jumlah urutan yang sama

                        N Taksa                    = Jumlah individu yang dianggap sama

                        N Spesimen               = Jumlah keseluruhan individu

 

I.V.1.3 Tabel Petunjuk Tingkat Pencemaran

Derajat Pencemaran

S. C. I

Belum tercemar

> 2

Tercemar ringan

1,6 – 2,0

Tercemar sedang

1,0 – 1,5

Tercemar berat

< 1

IV.1.4 Analisis Data

  1. Menggunakan Ayakan

Jumlah Run         = 20

Jumlah Specimen = 38

Jumlah Taksa       = 4

Jadi, S. C. I (IPS) =

                               =

                             = 2,1 (Belum tercemar)

  1. Menggunakan Eickman Grab

Jumlah Run          = 21

Jumlah Specimen = 45

Jumlah Taksa       = 5

Jadi, S. C. I (IPS) =

                                   =

                                  = 2,3 (Belum tercemar)

 

IV.2 Pembahasan

            Percobaan tentang Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan, dilakukan untuk mengetahui apakah daerah perairan yang dijadikan sebagai sampel, yaitu danau yang terletak di area kampus Universitas Hasanuddin tercemar atau tidak. Sebelum percobaan ini dilakukan di lab terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel bentos di danau dilakukan dengan menggunakan 2 alat yang berbeda yaitu, Eickman grab dan ayakan. Pengambilan sampel pada masing-masing alat dilakukan sebanyak 2 kali, Setelah itu dibersihkan dan diberi alcohol secukupnya. Selanjutnya sampel dibawa ke lab untuk dipisahkan berdasarkan jenis dari segi bentuk dan warna, kemudian menggolongkannya dalam jenis yang sama, lalu menentukan nRun, nTaksa, dan nSpecimen setelah itu menghitung indeks perbandingan sekuensialnya dengan rumus S. C. I (IPS) = .

            Kondisi fisik danau pada saat pengambilan sampel terlihat sedikit tercemar, karena terlihat tampilan air danau yang tidak jernih yaitu berwarna kehijau-hijauan serta pada saat dicium terdapat bau yang tidak sedap. Di danau juga banyak terdapat tanaman eceng gondok yang menutupi pinggiran danau, serta masih banyak terlihat sampah, seperti plastic. Selain itu pada saat pengambilan sampel di dasar danau terlihat tanah yang berwarna hitam serta berbau seperti got yang ikut pada Eickman grab maupun ayakan. Dapat disimpulkan dari kondisi fisik ini, bahwa danau unhas sedikit tercemar.

            Dari data yang diperoleh hasil perhitungan Indeks Perbandingan Sekuensial pada ayakan adalah 2,1 sedangkan pada Eickman grab adalah 2,3. Hasil yang diperoleh, bila dibandingkan dengan teori yaitu jika keanekaragaman tinggi berarti tidak terjadi pencemaran tetapi jika keanekaragaman rendah berarti terjadi pencemaran maka dapat dikatakan bahwa hasil yang kita dapat dari percobaan ini sudah sesuai dengan teori, dimana pada percobaan, didapatkan bentos yang banyak pada penggunaan Eickman Grab dan pada penggunaan ayakan didapatkan sedikit bentos dan setelah dianalisis dari penggunaan kedua alat tersebut adalah danau yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel tidak tercemar.

            Tetapi bila dibandingkan dengan pengamatan kondisi fisik danau dengan analisis data, hal ini tentu saja bertentangan. Ini terjadi akibat kondisi fisik danau menunjukkan bahwa danau tersebut tercemar sedangkan pada analisis data angka yang dihasilkan menunjukkan bahwa danau tersebut tercemar. Dalam pertentangan ini ada factor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut yaitu, praktikan yang kurang teliti dalam menggolongkan jenis bentos atau siput yang diperoleh, jadi hasil analisis yang diperoleh pun tidak sesuai dengan kondisi fisik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

V.1 Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah :

  1. Dari nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang didapatkan pada penggunaan ayakan yaitu 2,1 berarti tempat tersebut tidak tercemar karena memiliki keanekaragaman bentos yang cukup banyak, begitu juga pada penggunaan Eickman Grab nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang diperoleh adalah 2,3 berarti tempat tersebut tidak tercemar karena masih memiliki keanekaragaman bentos yang cukup banyak.
  2. Mahasiswa mampu menggunakan alat untuk mengetahui keanekaragaman bentos  dalam suatu ekosistem perairan, yaitu Eckman Grab dan Ayakan (mess).

 

V.2 Saran

            Sebaiknya alat yang disediakan untuk percobaan ini, disediakan dalam jumlah yang banyak agar praktikum dapat berjalan dengan efisien.

METODE SAMPLING BIOTIK UNTUK MENDUGA POPULASI HEWAN BERGERAK

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

 

PERCOBAAN III

METODE SAMPLING BIOTIK UNTUK MENDUGA

POPULASI HEWAN BERGERAK

 

NAMA                                               : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                                                    : H41113341

KELOMPOK                                    : II (DUA) B

HARI/TGL. PERCOBAAN                        : SELASA/25 MARET 2014

ASISTEN                                          : ANWAR

                                              AHMAD SOLEH

 

 

 

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

 

I.1 Latar Belakang

            Suatu populasi adalah suatu kelompok individu terlokalisir digolongkan sebagai spesies yang sama. Sampai saat ini, kita akan mendefinisikan spesies sebagai suatu kelompok populasi yang tiap individunya mempunyai potensi untuk saling mengawini dan menghasilkan keturunan yang subur di alam bebas. Masing-masing spesies memiliki suatu wilayah geografis tempat individu tersebar secara tidak merata, tetapi pada umumnya terpusat pada beberapa terlokalisir. Suatu populasi mungkin terisolasi dari  populasi  lain yang berspesies sama dan jarang sekali dapat mempertukarkan materi genetiknya. Namun demikian, populasi tidak selalu terisolasi, juga tidak harus memiliki perbatasn yang jelas (Campbell dkk, 2008).

            Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan populasi sangat penting diukur untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu komunitas dengan komunitas lainnya parameter ini tidak begitu tepat. Untuk itu biasa digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin, 1989).

            Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian–bagian serta fenomena dan hubungan-hubungannya. Tujuanpenelitian kuantitatif adalah untuk mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empirisdan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Dalam proses pengukuran terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan diantaranya yaitu, metode Lincoln-Peterson, metode Zippin dan masih banyak metode lainnya (Sigit, 2007).

 

I.2 Tujuan Percobaan

     Adapun tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :

  1. Untuk menduga atau mengetahui populasi dari suatu areal dengan menggunakan mmmetode Lincoln-Peterson dan metode Zippin.
  2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik samplingooiorganisme dan rumus-rumus sederhana dalam analisis populasi.

     

      I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

                  Percobaan ini dilaksanakan selama 2 hari. Pengambilan dan penandaan sampel pertama dilakukan pada hari Senin, 24Maret 2014pukul 06.00 – 07.30 WITA, bertempat di sekitar danau Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel keduadilakukan pada hari Selasa, 25Maret 2014 pukul 06.00 – 08.00 WITA, bertempat di sekitar danau Universitas Hasanuddin, Makassar. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data dari sampel, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 25Maret 2014 pukul 14.00 – 17.00 WITA bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Populasi adalah kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis yang mendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu. Salah satu hal yang berkaitan erat dengan populasi adalah jumlah atau yang biasa disebut kepadatan populasi, yang menyatakan cacah individu di dalam satuan luas atau volume tertentu. Untuk mengetahui jumlah atau kepadatan populasi dapat dilakukan dengan banyak metode tergantung dengan keadaan sekitarnya. Salah satu metode yang paling akurat untuk mengetahui kepadatan populasi di suatu wilayah adalah dengan melakukan sensus. Tetapi kendala dari diadakannya sensus adalah lokasi penelitian. Misalnya jika penghitungan sensus dengan lokasinya berada di hutan terbuka dengan hewan liar seperti ular yang akan dihitung kerapatan populasinya. Pergerakan hewan yang akan dihitung juga mempengaruhi keakuratan sensus (Soegianto, 1994).

Penentuan besar kecilnya ukuran sampel tergantung pada antara lain, derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Semakin tinggi tingkat homogenitas populasi semakin kecil ukuran sampel yang boleh diambil, semakin rendah tingkat homogenitas populasi semakin besar ukuran sampel yang harus diambil, Tingkat Presisi yang diinginkan (level of precisions). Semakin tinggi tingkat pesisi yang diinginkan peneliti, semakin besar sampel yang harus diambil (Sugiana, 2008).

Pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 2 kelompok besar, (Nasution, 2003) yaitu:

1. Probability Sampling (Random Sample)

2. Non Probability Sampling (Non Random Sample)

Penarikan Sampel Secara Random sistematis (Systematic Random Sampling)Teknik ini merupakan pengembangan teknik sebelumnya hanya bedanya teknik ini menggunakan urutan-urutan yang alami. Caranya ialah pilih secara random dimulai dari antara ngka 1 dan integer yang terdekat terhadap ratio sampling (N/n); kemudian pilih item-item dengan interval dari integer yang terdekat terhadap ratio sampling. Keuntungan menggunakan sampel ini ialah peneliti menyederhanakan proses  penarikan sampel dan mudah dicek; dan menekan keanekaragaman sampel.Kerugian ialah apabila interval berhubungan dengan pengurutan periodik suatu populasi, maka akan terjadi keaneka-ragaman sampel (Priyono, 2008).

Untuk menghitung populasi hewan bergerak terdapat dua cara yakni secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung yaitu dengan perkiraan. Misalnya untuk menghitung populasi rumput di suatu kebun dapat digunakan metode kuadrat rumput, untuk hewan yang relatif mudah ditangkap dapat dilakukan dengan metode CMR atau Capture- Mark- Recapture dalam bahasa indonesia adalah “ tangkap tandai dan tangkap kembali” (Soegianto, 1994).

Capture Mark Release Recapture (CMRR) yaitu menandai, melepaskan dan menangkap kembali sampel sebagai metode pengamatan populasi. Merupakan metode yang umumnya dipakai untuk menghitung perkiraan besarnya populasi. Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Hal yang pertama dilakukan adalah dengan menentukan tempat yang akan dilakukan estimasi, lalu menghitung dan mengidentifikasinya, dan hasil dapat dibuat dalam sistem daftar. Suatu populasi dapat pula ditafsirkan sebagai suatu kolompok makhuk yang sama spesiesnya dan mendiami suatu ruang khusus pada waktu yang khusus. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan. Pengukuran kerapatan mutlak ialah dengan cara penghitungan menyeluruh yaitu cara yang paling langsung untuk mengerti berapakah makhluk yang di pertanyakan di sutau daerah adalah menghitung makhluk tersebut semuanya dan metode cuplikan yaitu dengan menghitung proporsi kecil populasi pada rumus Lincoln-Peterson (Resosoedarmo, 1990).

Metode Lincoln-Peterson pada dasarya menangkap sejumlah individu dari suatu populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap kemudian diberi tanda yang mudah dibaca, kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu yang pendek. Setelah beberapa hari ditangkap kembali dan dihitung yang bertanda yang tertangkap.Dari dua kali hasil penangkapan dapat diduga ukuran atau besarnya populasi (N) dengan rumus yaitu (Umar, 2014) :

N/M=n/R atau N=(M) (n) R.

Dengan:

N   = besarnya populasi total.

M   = jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan pertama.

N   =  jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan kedua.

       R= Individu yang bertanda dari penangkapan pertama yang tertangkap iiiiiiiiiiiikembali  padaipenangkapan kedua.

      

Pada metode pendugaan populasi yang dilakukan dengan menarik sampel, selalu ada kesalahan (Error). Untuk menghitung kesalahan metode capture-recapture dapat dilakukan dengan cara menghitung kesalahan baku (Standart Errror = SE nya)

SE= √(M)(n)(M-R)(n-R) : R3

 

 Untuk metode sampling biotik hewan bergerak biasanya digunakan metode capture recapture.  Merupakan metode yang sederhana untuk menduga ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat seperti ikan, burung dan mamalia kecil. Pada dasarnya metode ini menangkap sejumlah individu dari suatu populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang tertangkap diberi tanda, kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu yang pendek (1 hari). Setelah jangka waktu tertentu dilakukan penangkapan kedua terhadap sejumlah hewan individu dari populasi yang sama. Dari penangkapan kedua ini lalu diidentifikasi individu bertanda yang berasal dari hasil penangkapan pertama dan individu tidak bertanda dari hasil penangkapan kedeua. Dari hasil tersebut maka dapat diduga populasi hewan dalam suatu areal. (Umar, 2014).

Metode Capture-Recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga ukuran populasi alami. Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode Capture-Recapture sulit dilaksanakan di lapangan. Untuk itu dilakukan metode Removal Sampling yang tidak  melepaskan kembali hewan yang telah disampling. Contoh metode Removal Sampling adalah Metode Zippin yang dilakukan dengan cara penangkapan pertama tidak dilepaskan kembali, kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali. Sehingga dengan menggunakan persamaan Zippin dapat diduga populasi hewan dalam suatu areal (Umar, 2014).

Metode Zippin hanya membutuhkan sedikit periode sampling. Metode ini dapat dilakukan dengan cara, pada penangkapan pertama sejumlah hewan tidak dilepaskan kembali (n1), kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali (n2). Dengan cara ini populasi dapat diduga dengan rumus yaitu (Umar, 2014) :

N= (n1)2/ (n1 – n2)

 

Keterangan :

N   = Jumlah individu.

n1 = Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada penangkapan oooo pertama.

n2 = Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada penangkapan …….kedua.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PERCOBAAN

 

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, tinta cina, dan sweeping net.

 

III.2 Bahan

Bahan yang diperlukan untuk percobaan ini adalah serangga yang terdapat pada areal yang akan diamati.

 

III.3 Metode Kerja

            Langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:

  1. Cara pengambilan sampel :

       A.    Metode Lincoln-Peterson

  1. Pertama, areal yang akan diamati populasinya ditentukan, kemudian dilakukan penangkapan hewan pada lokasi tersebut (Periode penangkapan 1).
  2. Dalam percobaan ini yang akan diperhatikan populasinya adalah serangga sehingga penangkapan dilakukan dengan sweeping net.
  3. Pada daerah yang telah ditentukan, sweeping net diayunkan sebanyak 2 kali dalam satu langkah dengan total keseluruhan langkah, 20 langkah kedepan. Penangkapan dilakukan sebanyak 2 kali.
  4. Serangga yang diperoleh kemudian ditandai dengan menggunakan tinta cina, selanjutnya dilepaskan kembali dihabitatnya, catat jumlahnya sebagai M.
  5. Dalam selang 24 jam dilakukan penangkapan yang kedua dengan jumlah ulangan penangkapan sesuai dengan jumlah ulangan penangkapan pada periode pertama. Serangga yang ditangkap kemudian dikumpulkan dan dicatat jumlahnya sebagai n.
  6. Serangga yang diperoleh kemudian diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya serangga yang bertanda yang tertangkap pada penangkapan kedua, catat jumlahnya sebagai R.
  7. Metode Zippin
  8. Pertama, areal yang akan diamati populasinya ditentukan, kemudian dilakukan penangkapan hewan pada lokasi tersebut (Periode penangkapan 1).
  9. Dalam percobaan ini yang akan diperhatikan populasinya adalah serangga sehingga penangkapan dilakukan dengan sweeping net.
  10. Pada daerah yang telah ditentukan, sweeping net diayunkan sebanyak 2 kali dalam satu langkah dengan total keseluruhan langkah,20 langkah kedepan. Penangkapan dilakukan sebanyak 1 kali.
  11. Serangga yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel sebagai nilai n1. Pada metode ini tidak dilakukan pelepasan hewan kembali.
  12. Dalam selang 24 jam dilakukan penangkapan yang kedua dengan jumlah ulangan penangkapan sesuai dengan jumlah ulangan penangkapan pada periode pertama. Serangga yang ditangkap kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang kedua serta dicatat jumlahnya sebagai n2.
  13. Cara Analisis Data :

     A.    Metode Lincoln-Peterson

  1. Serangga yang diperoleh kemudian dihitung dengan ketentuan M adalah jumlah individu yang ditangkap pada penangkapan pertama dan ditandai, n adalah jumlah individu tertangkap pada penangkapan kedua baik yang bertanda maupun tidak, dan R adalah individu yang bertanda yang tertangkap pada penangkapan kedua.
  2. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Lincoln-Peterson.
  3. Metode Zippin
  4. Serangga yang terdapat di dalam botol sampel 1 dan 2 kemudian dihitung sebagai nilai untuk n1 dan n2.
  5.  Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Zippin

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Campbell, N. A., J. B. Reece, and L. A. Urry., 2008, BIOLOGI Edisi ooooookedelapan jilid 3, Erlangga, Jakarta.

           

Nasution, Rozaini., 2003, Teknik Sampling, Penerbit USU Digital Library, Medan.

Priyono, 2008, Ekologi Kuantitatif, http://www.scribd.com, Diakses pada hari ooooooRabu tanggal 26Maret 2014 pukul 20.00 WITA.

 

Resosoedarmo, Soedjiran., 1990, Pengantar Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, nnnnnnJakarta.

 

Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

 

Sugiana, 2008, Populasi dan metode Sampling, http://dankfsugiana.wordpress.com,,,,,,,,,,,, Diakses pada hari Rabu tanggal 26Maret 2014 pukul 20.00 WITA.

 

Suin, N. M., 1989, Ekologi Hewan Tanah, Bumi Aksara, Jakarta.

 

Umar, M. R., 2014, Penuntun Praktikum Ekologi Umum,Jurusan Biologi nnnnnnUniversitasHasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

IV. 1 Hasil

IV. 1. 1 Hasil Pengamatan Metode Lincoln-Peterson

         Tabel 1. Data Pengamatan Metode Lincoln-Peterson

No

Parameter

Jumlah (n)

1

M

11

2

n

42

3

R

1

 

 

 

 

 

 

 

Keterangan :

M = Jumlah individu tertangkap pada penangkapan pertama dan ditandai

n  = Jumlah individu terperangkap pada penangkapan ke 2 (bertanda dan  QQtidak   bertandapenangkapan pertama dan tidak bertanda)

R  = Jumlah individu bertanda yang tertangkap pada penangkapan kedua

IV. 1. 2 Hasil Pengamatan Metode Zippin

         Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Metode Zippin

No

Parameter

Jumlah (n)

1

n1

32

2

n2

22

 

Keterangan :

n1 = Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada   penangkapan pertama

n2 = Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada penangkapan kedua

IV. 2 Analisis Data

IV. 2. 1  Analisis Data Metode Lincoln-Peterson

  1. Pendugaan Populasi

 

    N =

 

N == 462

 

  1. Kesalahan Baku

 

SE =

 

SE =

 

SE =

 

SE = 57170,4

c.    Selang Kepercayaan

P = N ± (t) (SE)                                               t = (n-2)

   = 462 ± (0,51) (57170,4)                               = (53-2) 0,51

P = 29618,7

P = -28694,7

Jadi P = -28694,7 < P < 29618,7

 

 

 

IV. 2. 2 Analisis Data Metode Zippin

  1. Pendugaan Populasi

N =

N =

N = 102, 4

  1. Kesalahan Baku

SE =

SE =

 

SE =

 

SE = 51,744

 

c.    Selang Kepercayaan

P = N ± (t) (SE)                                       t = (n-2)

P = 102, 4 ± 0,52                         = (540,52

P = 102, 4 ± 26,91

P = 129,31

P = 75,49

Jadi P = 75,49 < P < 129,31

 

 

 

 

 

IV.2 Pembahasan

            Pada percobaan ini digunakan dua metode sampling, yang pertama metode Capture Recapture melalui Metode Linclon Peterson dan yang kedua metode removal sampling melalui metode Zippin. Pada Metode Lincoln Peterson dilakukan dengan cara menangkap serangga kemudian serangga yang ditangkap pada penangkapan pertama kemudian ditandai. Jumlah serangga yang tertangkap pada pengambilan pertama (M) adalah 11 ekor, dan pada pengambilan sampel kedua  serangga yang tertangkap (n) sebanyak 42 ekor dan pengamatan untuk penangkapan kedua ditemukan 1 serangga yang tertandai pada penangkapan hari pertama (R). sehingga didapatkan N = 462, SE = 57170,4, dan -28694,7 < P < 29618,7. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa kemungkinan sampel yang diperoleh memiliki habitat yang asli di tempat pengambilan sampel, hal ini diperkuat dengan ditemukannya satu hewan yang ditandai pada hari pertama dan ditemukan lagi pada hari kedua.

Metode Capture recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga populasi alami. Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode Capture recapture pada kenyataannya sulit dilaksanakan di lapangan seperti halnya yang terjadi didalam percobaan dimana nilai yang diperoleh tidak mampu untuk menduga secara valid populasi hewan di areal tersebut.

Metode lainnya yang digunakan dalam percobaan ini adalah melalui metode Zippin dimana melaui metode ini dilakukan penangkapan pada serangga yang tidak dilepaskan kembali (n1), kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga tidak dilepaskan kembali (n2). Pada penangkapan pertama (n1) diperoleh 32 serangga sedangkan serangga yang tertangkap dan tidak dilepaskan lagi pada penangkapan kedua (n2) sebanyak 22 dan  hasil yang diperoleh pada pendugaan populasi (N) sebesar 102,4 sedangkan kesalahan baku (SE) 51,744 dan selang kepercayaan, yaitu 75,49 < P < 129,31.

Hal-hal yang mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan atau kesalahan pada percobaan adalah cara penangkapan serangga, luas area, kondisi lingkungan dan suhu sekitar lingkungan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

V.I Kesimpulan

            Kesimpulan yang diperoleh dari hasil percobaan adalah sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Metode Lincoln Peterson diperoleh jumlah462serangga yang hidup disekitar area pengambilan sampel sedangkan dengan menggunakan Metode Zippin diperoleh nilai pendugaan jumlahpopulasi sebesar 102,4. Hal-hal yang mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan kesalahan pada percobaan adalah cara penangkapan serangga, luas area, kondisi lingkungan dan suhu sekitar lingkungan.
  2. Teknik-teknik sampling organisme diantaranya termasuk metode Lincoln- Peterson yaitu dengan cara ditangkap – tandai – lepas – tangkap kembali – lepas, sedangkan metode Zippin dilakukan  dengan cara melakukan penangkapan tetapi tidak dilepaskan kembali. Data yang diperoleh dari kedua metode tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus-rumus sederhana untuk menganalisis suatu populasi dari hewan bergerak.

 

V.2 Saran

      Sebaiknya tinta yang digunakan untuk menandai serangga adalah tinta yang tidak mudah luntur, agar tanda yang diberikan pada sampel tidak mudah hilang atau luntur.

PENDUGAAN POPULASI SATWA DAN ANALISIS HABITAT SATWA LIAR

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

 

PERCOBAAN XI

PENDUGAAN POPULASI SATWA DAN ANALISIS HABITAT SATWA

 

NAMA                                               : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                                                    : H41113341

KELOMPOK                                    : II (DUA) B

HARI/TGL. PERCOBAAN                        : SELASA/15 APRIL 2014

ASISTEN                                          : ANWAR

                                              AHMAD SOLEH

 

 

 

 

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

 

I.1 Latar Belakang

            Jumlah satwa liar pada habitatnya di alam bebas (hutan), merupakan salah satu bentuk kekayaan dan keanekaragaman (biodiversity) sumberdaya alam hayati, karena itu perlu dilakukan perlindungan. Untuk dapat melakukan perlindungan perlu diketahui jumlah dan sebarannya pada habitat satwa liar (Ramadhan E.P, 2008).

Keanekaragaman jenis merupakan hal yang paling mendasar dari keanekaragaman hayati. Keanekaragaman jenis adalah banyaknya spesies satwa yang menempati suatu ekosistem baik di darat maupun di perairan yang saling mempengaruhi(Ramadhan E.P, 2008).

Penentuan jumlah satwa liar tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode sensus yang memudahkan kita untuk melakukan estimasi populasinya. Walaupun belum dapat diketahui jumlahnya secara pasti, namun metode ini merupakan cara untuk mendata populasi mendekati jumlah sebenarnya di habitat hidup satwa liar (Hidayatullah, 2012).

Metode yang dapat dilakukan diantaranya dengan metode transects, merupakan salah satu metode sensus satwa liar dengan cara pengamatan satwa pada jalur yang telah ditentukan dengan lebar jarak pengamatan dari garis tengah jalur selebar 25 m. Metode tersebut di atas merupakan salah satu cara yang dipakai untuk sensus dan mengestimasi populasi satwa liar dalam habitat hidupnya. Satwa merupakan satu komponen penting dalam kehidupan. Hal tersebutdapat terlihat dari manfaat yang diberikan satwa secara langsung maupuntidak langsung(Hidayatullah, 2012).

 

I.2 Tujuan Percobaan

            Adapun tujuan percobaan yang akan dicapai dalam percobaan ini adalah :

  1. Mempelajari cara melakukan sensus satwa liar yang ada di habitatnya dengan metode line transect dan metode index point of abundance.
  2. Melakukan pengamatan dan mengestimasi kepadatan populasi satwa di habitatnya.
  3. Mengetahui tipe-tipe habitat satwa dan karakteristik habitat dan pengaruhnya terhadap populasi satwa.

 

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

 

            Percobaan ini dilaksanakan selama 2 hari. Pengambilan dan penandaan sampel pertama dilakukan pada hari Selasa, 15 April 2014pukul 17.00 – 18.00 WITA, bertempat di sekitar gedung registrasi Universitas Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel keduadilakukan pada hari Rabu, 16April 2014 pukul 06.00 – 07.00 WITA, bertempat di sekitar gedung registrasi Universitas Hasanuddin, Makassar. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis data dari sampel, yang dilaksanakan pada hari Rabu, 16 April 2014 pukul 14.00 – 14.30 WITA bertempat di Taman MIPA, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Populasi adalah kumpulan kelompok makhluk yang sama jenis yang mendiami suatu ruangan khusus, yang memiliki berbagai karakteristik yang walaupun paling baik digambarkan secara statistik, unik sebagai milik kelompok dan bukan karakteristik individu dalam kelompok itu. Salah satu hal yang berkaitan erat dengan populasi adalah jumlah atau yang biasa disebut kepadatan populasi, yang menyatakan cacah individu di dalam satuan luas atau volume tertentu(Soegianto, 1994).

Untuk mengetahui jumlah atau kepadatan populasi dapat dilakukan dengan banyak metode tergantung dengan keadaan sekitarnya. Salah satu metode yang paling akurat untuk mengetahui kepadatan populasi di suatu wilayah adalah dengan melakukan sensus. Tetapi kendala dari diadakannya sensus adalah lokasi penelitian. Misalnya jika penghitungan sensus dengan lokasinya berada di hutan terbuka dengan hewan liar seperti ular yang akan dihitung kerapatan populasinya. Pergerakan hewan yang akan dihitung juga mempengaruhi keakuratan sensus (Soegianto, 1994).

Habitat adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun abiotic yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar. Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai fungsi menyediakan makanan, air dan pelindung (Alikodra, 1990).

Pengamatan satwa merupakan bagian dari kegiatan untuk inventarisasi satwa. Inventarisasi satwa adalah kegiatan untuk mengetahui populasi jenis satwa dan habitatnya. Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi satwa, yaitumetode garis (line transek), dan metode titik (IPA) (Hidayatullah, 2012).

Metode line transek merupakan suatu petak contoh dimana seorang pengamat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap data yang diperlukan. Dalam menggunakan metode ini, lebar atau luas dari lokasi pengamatan tidak langsung ditetapkan. Seorang pengamat, dapat mencatat setaip jenis mamalia yang teramati walau sejauh jarak apapun sesuai dengan kemampuan jarak pandang masing-masing pengamat. Penggunaan line transek terdapat asumsi-asumsi yang harus diperhatikan, yaitu: satwa dan garis transek terletak secara random, satwa tidak bergerak/berpindah sebelum terdeteksi, tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double counting), seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya. Seekor satwa yangterbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya, respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus, serta habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi (Napitu, 2007).

Pada metode line transect (transek garis) pengamatan dilakukan pada unit contoh yang tidak ditentukan batas-batasnya. Desain pengamatan berbentuk garis transek lurus. Pada metode ini jarak diukur tegak lurus antara posisi satwa dengan garis transek. Metode ini dapat diterapkan pada marine mamals, mamalia dan burung. Adapun prinsip-prinsip yang harus dipenuhi adalah  satwa yang berada pada jalur atau dekat jalur harus bisa terdeteksi, posisi satwa yang diukur adalah posisi ketika pertama kali terlihat oleh pengamat,  jarak dan sudut pandang satwa terhadap jalur diukur , serta perjumpaan dengan satwa  mewakili kejadian yang bebas satu dengan lainnya (Napitu, 2007).

Pada dasarnya metode transek garis (line transect) hampir sama dengan metode jalur, langkah yang dilakukan pun juga sam dengan metode transek jalur. Namun, perbedaan yang paling mendasar adalah tidak ditentukan jarak ke kanan dank ke kiri, jarak antara satwa liar dan pengamat ditentukan, dan sudut kontrak antara satwa yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung, dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat, baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat. Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satw secara bersamaan (Umar, 2014).

Menurut (Umar, 2014), pendugaan pada metode transek garis dapat dilakukan dengan menggunakan metode Poole ataupun Webb. Model untuk persamaan Poole (Poole Methods) adalah :

P   = D . A

D =

dj =

Keterangan :

D         = Kepadatan populasi (indiv/km2)

P          = Populasi dugaan (individu)

A         = Luas wilayah pengamatan (km2)

xi         = Jumlah individu pada kontak ke-i

Lj         = Panjang transek jalur ke-j (m)

dj         = Rata-rata lebar jarak kiri atau kanan jalur ke-j (m)

nj         = Jumlah kontak pada jalur ke-j

Metode IPA (index point of abundance) merupakan metode pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada habitat yang diteliti kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu tertentu. Pengamatan dilakukan melalui perjumpaan langsung (visual) dan tidak langsung (suara). Parameter yang dicatat adalah jenis, jumlah yang ditemukan, aktivitas, posisi burung pada tajuk pohon, struktur dan jenis vegetasi yang digunakan burung. Perjumpaan terhadap jenis burung di luar titik pengamatan tidak diperhitungkan (Michael, 1995).

Keuntungan dari metode ini adalah lebih efisien, dimana peneliti bdapat meletakkak beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan cara mengamati keberadaan satwa secara langsung dan/atau dengan mendengarkan suaranya (pengetahuan tentang jenis-jenis suara satwa sangat penting), didalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antara titik tidak boleh kurang dari 200 m di seluruh lokasi penelitian, jika titik terlalu dekat aka nada individu yang terhitung lebih pada beberapa titik. Periode waktu yang dipergunakan adalah 10 menit untuk setiap titik, dengan menunggu 2 menit saat kedatangan pada titik pengamatan. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan GPS Global Position System (Umar, 2014).

Menurut (Umar, 2014), asumsi yang dipergunakan dalam metode IPA adalah:

  • Burung tidak mendekati pengamat atau terbang.
  • Burung yang ada dalam sampel terdeteksi 100%
  • Burung tidak bergerak selama perhitungan.
  • Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain).
  • Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau desain studi.
  • Estimasi jarak akurat.
  • Burung dapat terindifikasi dengan baik seluruhnya.

Analisis data untuk kelimpahan individu :

P Aj =

Keterangan :

PAj     : Kelimpahan populasi pada titik pengamatan ke –j (individu/km2)

Xi       : Jumlah individu yang dijumpai pada kontak ke-i selama periode tertentu.

Lr       : Luas plot (lingkaran j)

        Metode VES (Visual Encounier Survey),pengamat mencari secara langsung dan mencatat jumlah individu, komposisi dan kepadatan kelompok. Data jumlah individu didapat dengan menghitung individu dari semua kelompok. Komposisi kelompok dibagi berdasarkan struktur umur yang diidentifikasi dari ukuran tubuh dan perilakunya.  Kelompok dibedakan dengan mengidentifikasi jumlah, struktur umur, ciri fisik dan lokasi penemuan. Pengambilan data kepadatan populasi dilakukan dengan VES lapang untuk menemukan ukuran dan komposisi. Kelompok yang ditemukan sebisa mungkin diikuti sehingga data yang didapat semakin akurat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi anggota kelompok yang sedang memisahkan diri (Santosa, 1995).

            Adapun beberapa kelamahan dan kelebihan dari metode line transek,  metode IPA maupun metode VES dalam pengunaan inventarisasi satwaliar. Metode Visual enconter survey yang merupakan modifikasi dari metode jelajah bebas dan belt transek kelebihan dari metode ini adalah  sangat cocok untuk digunakan mendata jenis dan mikrohabitat amfibi, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu data yang didapatkan tidak dapat mencerminkan keadaan populasi seperti kepadatan (Santosa, 1995).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PERCOBAAN

 

III.1 Alat

            Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat tulis menulis, GPS, kamera dan kompas.

III.2 Bahan

            Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah satwa liar yang diamati sebagai sampel.

III.3 Prosedur Kerja

            Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

Estimasi kepadatan populasi satwa

  1. Kegiatan survey kepadatan populasi satwa liar di area kampus dilakukan dengan metode transek garis dan point count.
  2. Pada pelaksanaan transek garis, jalur yang digunakan mengikuti trek jalan setapak yang telah ada dengan estimasi lebar ke kanan dank e kiri masing-masing 25 meter.
  3. Pelaksanaan sensus dengan line transek dimulai dengan titik 0, yang merupakan awal pengamatan terhadap burung dan satwa liar lainnya yang ditemui disepanjang jalur transek.
  4. Pencatatan pada table tally sheet yang dilakukan meliputi jumlah dan jenis stwa liar, jaraknya dari pengamat serta jarak setiap titik pengamatan dari titik awalnya (titik 0).
  5. Jika sensus satwa liar menggunakan metode point count dilaksanakan pada empat titik pengamatan (point count), dengan radius 25 m dan jarak antar point count adalah 200 m. Seperti halnya pelaksanaan sensus dengan transek garis, maka pengamatan dan pencatatan dilaksanakan pada satwa liar yang dijumpai di area sejauh radius 25 m dari lingkaran yang telah ditentukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alikodra, HS., 2002, Pengelolaan Satwaliar,Yayasan Penerbit FakultasKehutanan QQQQIPB, Bogor.

Hidayatullah, Rifqi R., 2012, Keanekaragaman Jenis Mamalia, Burung dan QQQQHerpetofauna di Tegakan Pinus Cangkurawok, http://www.academia.edu QQQQ/ rifqirahmathidayatullah/, Diakses pada hari Sabtu, 19 April 2014, pada QQQQpukul 19.00 WITA.

Michael, P., 1995, Metode Ekologi Untuk Penelitian Lapangan Dan QQQQLaboratorium, UI Press, Jakarta.

Napitu JP, Rahayungtyas, Ekasari I, Basuki T, Basori AF, Amri U dan Kurnia D., QQQQ2007, Konservasi Satwa Langka, Universitas Yogyakata, Yogyakarta.

Ramadhan E.P., 2008, Study Keanekaragaman Mamalia Pada Beberapa Tipe QQQQHabitat di Stasiun Penelitian Pondok Ambung di Taman Nasional QQQQTanjung Putting Kalimantan Tengah, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Santosa Y., 1995, Teknik Pengukuran Keanekaragaman Satwaliar, Jurusan QQQQKonservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, QQQQBogor.

Soegianto, A., 1994, Ekologi Kuantitatif, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.

 

Umar, M. R., 2014, Penuntun Praktikum Ekologi Umum,Jurusan Biologi nnnnnnUniversitasHasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

PERKEMBANGAN IPTEKS DALAM BIDANG BIOLOGI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ‘’PERKEMBANGAN IPTEK DALAM BIDANG BIOLOGI”.
Makalah ini berisikan informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang biologi atau yang lebih khususnya membahas tentang bioteknologi.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, 5 Desember 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang
Selama beberapa tahun belakangan ini, kita melihat begitu pesat perkembangan bioteknologi di berbagai bidang. Pesatnya perkembangan bioteknologi ini sejalan dengan tingkat kemajuan IPTEK dan kebutuhan manusia dikehidupan sehari-hari.Hal ini dapat dipahami mengingat bioteknologi menjanjikan suatu revolusi pada hampir semua aspek kehidupan manusia, mulai dari bidang pertanian, peternakan dan perikanan hingga kesehatan dan pengobatan. Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misal bakteri dan kapang. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan dan sel hewan yang dibiakkan sebagai konstituen bernagai proses industri. Penerapan bioteknologi pada umumnya mencakup produksi sel atau biomassa dan perubahan (transformasi) kimia yang diinginkan
Menghadapi pesatnya kemajuan bioteknologi ini, apa yang sebenarnya harus dilakukan dalam mengantisipasinya, terutama dampak negatif yang mungkin ditimbulkan. Pengkajian mendalam melalui dasar-dasar pengetahuan, penalaran, logika, moral, agama, serta kriteria kebenarannya, tentu akan sangat membantu menuntun kita pada tujuan pengembangn IPTEK yang sebenarnya
Selaras dengan kemajuan peradaban, bioteknologi dapat dijadikan tolak ukur perkembangan otak manusia yang luar biasa saat ini. Sehingga sangatlah mungkin muncul pertanyaan, apakah benar semakin cerdas otak manusia makin pandai manusia menemukan kebenaran, makin baikkah perbuatan manusia? maka, penguasaan manusia terhadap teknologi hendaklah menuntut perkembangan moral manusia itu juga. Tanpa landasan moral maka manusia yang sudah beranjak menjadi ilmuan akan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual.

I.2 Batasan masalah
Membahas tentang perkembangan bioteknologi dalam kehidupan manusia juga membahas mengenai manfaat biologi terhadap perkembangan teknologi.

I.3 Rumusan masalah
A. Bagaimana peran dan perkembangan teknologi dalam bidang bioteknologi saat ini.
B. Manfaat biologi terhadap perkembangan teknologi.

I.4 Tujuan dan manfaat
• Untuk mengetahui bagaimana peran dan perkembangan teknologi dalam bidang bioteknologi saat ini.
• Mengetahui manfaat biologi terhadap perkembangan teknologi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran dan perkembangan teknologi dalam bidang bioteknologi
Bioteknologi merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Definisi seperti ini merupakan definisi bioteknologi klasik (konvensional). Bioteknologi modern memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagian yang telah direkayasa secara in vitro dalam menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri.
Pemanfaatan bioteknologi berkembang mulai dari biomedis hingga daur ulang logam dari batuan mineral berkualitas rendah. Bioteknologi modern telah melibatkan jasad hidup. Khususnya mikroba yang telah di rekayasa mengalami perubahan genetik secara in vitro dan hibrid somatik untuk meningkatkan aktivitasnya. Dalam bioteknologi modern, hampir semua proses teknologi memungkinkan pertumbuhan mikroba yang terlibat dalam proses dapat mencapai optimum dan produk semaksimal mungkin.
Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya, misal bakteri dan kapang. Selain itu, bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan dan sel hewan yang dibiakkan sebagai konstituen bernagai proses industri. Penerapan bioteknologi pada umumnya mencakup produksi sel atau biomassa dan perubahan (transformasi) kimia yang diinginkan. Transformasi kimia tersebut kemudian dapat dibagi menjadi dua sub bagian, yaitu:
a. Pembentukan suatu produk akhir yang diinginkan, contoh: enzim, antibiotik, asam organik, dan steroid.
b. Penguraian suatu bahan baku yang diberikan, contohnya: buangan air limbah, destruksi, buangan industri, atau tumpahan minyak
Perkembangan Bioteknologi
Perkembangan bioteknologi berlangsung sangat pesat dengan adanya perkembangan biologi molekuler yang menggunakan teknik-teknik canggih untuk menciptakan terobosan baru dalam rangka peningkatan efisiensi dan ekonomi industri bioteknologi. Teknik-teknik yang digunakan dalam bioteknologi antara lain: kultur jaringan melalui protoplasma, rekayasa genetika yang meliputi manipulasi DNA rekombinan, teknik penginderaan secara molekuler dan kelengkapan rancang bangun suatu alat untuk menumbuhkan mikroba yang memungkinkan berlangsungnya suatu reaksi biologi.
Peran Bioteknologi
Bioteknologi berperan sangat besar dalam kehidupan manusia. Orang Sumeria dan Babilonia telah menikmati bir sejak 6000 tahun sebelum masehi. Orang Mesir telah membuat adonan kue asam sejak 4000 tahun sebelum masehi. Bukti bahwa organisme sanggup melakukan fermentasi didapat dari studi awal L. Pasteur (1857-1876), sehingga Pasteur disebut bapak bioteknologi. Pada masa kini, bioteknologi bukan hanya dimanfaatkan dalam industri makanan tetapi telah meluas dalam berbagai bidang, seperti rekayasa genetika, penanggulangan populasi, penciptaan sumber energi, penemuan bahan medis maupun farmasi, dan lain-lain. Berikut adalah contoh peran bioteknologi dalam beberapa bidang kehidupan manusia. Bayi Tabung
Banyak pasangan suami istri yang tidak dapat memperoleh keturunan, karena spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu karena hal-hal tertentu. Untuk mengatasinya, spermatozoa dan ovum dapat dipertemukan di dalam tabung (in vitro=di dalam tabung). Caranya, ovum istri dan spermatozoa suami diambil. Untuk memperoleh ovum dalam jumlah banyak, si istri disuntik dengan hormon agar menghasilkan beberapa ovum. Ovum dan spermatozoa simasukkan ke dalam cawan petri berisi medium yang sesuai dengan suhu tubuh. Maka terjadilah fertilisasi in vitro membentuk zigot. Zigot berkembang menjadi embrio. Embrio yang baik dipelihara dan yang jelek disisihkan. Embrio yang memenuhi syarat dimasukkan ke dalam rahim agar berkembang menjadi janin di dalam rahim (in vivo=di dalam tubuh). Bayi yang lahir dengan cara demikian disebut bayi tabung. Bayi tabung yang pertama bernama Lousie Brown, dilahirkan di Inggris tanggal 25 Juli 1978. Teknik ini umumnya melanggar etika sehingga jarang digunakan. Rekayasa Genetika
Sifat makhluk hidup tersimpan dalam gen. Gen adalah penentu sifat yang ada di kromosom. Jika gen diubah, maka sifat makhluk hidup itu juga ikut berubah. Karena itu, para ilmuwan berusaha untuk merubah-rubah gen makhluk hidup agar memperoleh organisme baru dengan sifat yang dikehendaki. Kegiatan memanipulasi gen untuk mendapatkan produk baru dengan mengubah-ubah gen makhluk hidup disebut Rekayasa Genetika.
Bioteknologi dalam berbagai bidang
Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992 ) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni: pemanfaatan prinsip–prinsip ilmiah dan kerekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
Bioteknologi Dalam Bidang Pertanian
Rifai (2001) mengatakan, penggunaan bioteknologi untuk menciptakan kultivar unggul seperti tanaman padi dan tanaman semusim sangat berguna untuk pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia. Karenanya, pengembangan bioteknologi diberbagai bidang perlu mendapat perhatian serius. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri akibat ketertinggalan negara kita mengembangkan bioteknologi adalah dimanfaatkannya plasma nutfah negara kita oleh negara lain. Durian bangkok dan mangga berwarna keunguan dari Australia adalah sebagian kecil contohnya.
Bioteknologi seperti transgenik dalam bidang pertanian pada dasarnya telah mulai dikembangkan, namun penolakan-penolakan dari berbagai pihak menyebabkan teknologi ini tidak pesat perkembangannya.Tanaman-tanaman pertanian yang telah berhasil meningkatkan produksi dan kualitas melalui transgenik antara lain kapas, jagung, dan lain-lain.
Pro dan kontra penggunaan tanaman transgenik ramai dibicarakan diberbagai media massa. Salah satu contohnya adalah kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama para petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang dapat membuat kenyataan, sedangkan Pihak yang kontra, sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik.
Selain kapas, Setyarini (2000) memaparkan tentang kontroversi penggunaan tanaman jagung yang telah direkayasa secara genetik untuk pakan unggas. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas Indonesia akan mengandung genetically modified organism ( GMO ). Masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung dialam bebas dapat mengawini gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang pro mengatakan bahwa dengan jagung transgenik selain akan mempercepat swa sembada jagung, manfaat lain adalah jagung yang dihasilkan mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.
Bagaimana cara kita menyikapinya?, satu-satunya jalan adalah dengan melakukan beberapa tahapan pengujian, studi kelayakan, serta sistem pengawasan yang ketat oleh instansi yang berwenang. Disini, pihak peneliti memegang peranan penting dalam mengungkap dan membuktikan atau menyanggah berbagai kekhawatiran yang timbul.
Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan
Penggunaan bioteknologi guna meningkatkan produksi peternakan meliputi : 1) teknologi produksi, seperti inseminasi buatan, embrio transfer, kriopreservasi embrio, fertilisasi in vitro, sexing sperma maupun embrio, cloning dan spliting. 2) rekayasa genetika, seperti genome maps, masker asisted selection, transgenik, identifikasi genetik, konservasi molekuler, 3) peningkatan efisiensi dan kualitas pakan, seperti manipulasi mikroba rumen, dan 4) bioteknologi yang berkaitan dengan bidang veteriner.
Teknologi reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah a) transfer embrio berupa teknik Multiple Ovulation and Embrio Transfer (MOET). Teknik ini telah diaplikasikan secara luas di Eropa, Jepang, Amerika dan Australia dalam dua dasawarsa terakhir untuk menghasilkan anak (embrio) yang banyak dalam satu kali siklus reproduksi. b) cloning telah dimulai sejak 1980an pada domba. Saat ini pembelahan embrio secara fisik (spliting) mampu menghasilkan kembar identik pada domba, sapi, babi dan kuda. c) produksi embrio secara in vitro; teknologi In vitro Maturation (IVM), In Vitro Fertilisation (IVF), In Vitro Culture (IVC), telah berkembang dengan pesat. Kelinci, mencit, manusia, sapi, babi dan domba telah berhasil dilahirkan melalui fertilisasi in vitro.
Di Indonesia, transfer embrio mulai dilakukan pada tahun 1987. Dengan teknik ini seekor sapi betina, mampu menghasilkan 20-30 ekor anak sapi (pedet) pertahun. Penelitian terakhir membuktikan bahwa, menciptakan jenis ternak unggul sudah bukan masalah lagi. Dengan teknologi transgenik, yakni dengan jalan mengisolasi gen unggul, memanipulasi, dan kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain, maka ternak unggul yang diinginkan dapat diperoleh. Babi transgenik, di Princeton Amerika Serikat kini sudah berhasil memproduksi hemoglobin manusia sebanyak 10 – 15 % dari total hemoglobin manusia, bahkan laporan terakhir mencatat adanya peningkatan persentasi hemoglobin manusia yang dapat dihasilkan oleh babi transgenik ini.
Dalam bidang perikanan, kebutuhan adanya penerapan teknologi sangat dinantikan, mengingat adanya penangkapan ikan yang melebihi potensi lestari (over fishing), banyaknya terumbu karang yang rusak dan dengan adanya peningkatan konsumsi ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sarwono mengakui adanya kebutuhan penerapan teknologi, tetapi ia juga mengakui adanya ketakutan pada dampak penerapan teknologi tinggi.
Penelitian bioteknologi dalam bidang perikanan, di utamakan pada tiga kelompok, yaitu: akuakultur, pemanfaatan produksi alam, dan prosesing bahan makanan yang bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan bioteknologi dibidang akuakultur meliputi seleksi, hibridasi, rekayasa kromosom, dan pendekatan biologi molekuler seperti transgenik sangat dibutuhkan untuk menyediakan benih dan induk ikan.
Pada akuakultur, program peningkatan sistem kekebalan ikan telah dilakukan dengan menggunakan vaksin, imunostimulan, probiotik, dan bioremediasi. Vaksin dapat memacu produksi antibiotik specifik dan hanya efektif untuk mencegah satu patogen tertentu. Imunostimulan merupakan teknik meningkatkan kekebalan yang non specifik, misalnya lipopolysaccharide dan B-glucan yang telah diterapkan untuk ikan dan udang di Indonesia. Probiotik diaplikasikan pada pakan atau dalam lingkungan perairan budidaya sebagai penyeimbang mikroba dalam pencernaan dan lingkungan perairan .
Pada tahun 1980 penelitian transgenik pada ikan telah dimulai dengan mengintroduksi gen tertentu kepada organisme hidup lainnya serta mengamati fungsinya secara in vitro. Dalam teknik ini, gen asing hasil isolasi di injeksi secara makro ke dalam telur untuk memproduksi galur ikan yang mengandung gen asing tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ikan transgenik, yaitu: 1) isolasi gen (clone DNA) yang akan diinjeksi pada telur, 2) Identifikasi gen pada anak ikan yang telah mendapatkan injeksi gen asing tadi, dan 3) keragaman dari turunan ikan yang diinjeksi gen asing tersebut.
Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan
Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia (Gatra, 2000). Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah
Contoh penggunaan rekayasa genetika adalah pembuatan insulin. Gen penghasil insulin manusi dipotong dari DNA manusia dengan enzim. Gen tersebut lalu disambungkan pada plasmid bakteri E. coli. hasil sambungan plasmid dan gen insulin lalu dimasukkan ke dalam
bakteri E. coli. Bakteri tersebut dipelihara di dalam medium khusus sehingga berkembang biak dengan cepat dan dapat memproduksi insulin manusia. Insulin yang dihasilkan ditampung untuk dijual pada penderita kencing manis (Diabetes Melitus). Tanaman Transgenik
Tanaman trasngenik sebenarnya merupakan salah-satu produk dari rekayasa genetika yang dilakukan terhadap tumbuhan. Tanaman ini menjadi penting karena dewasa ini sebagian besar produk yang dikembangkan oleh industri bioteknologi lebih banyak kepada tanaman budidaya yang memiliki nilai jual besar. Teknik pembuatan tanaman transgenik tidak jauh berbeda dengan pembuatan insulin. Sifat yang biasanya dimasukkan ke dalam tanaman adalah anti hama, anti gulma, mampu memproduksi protein tertentu, dan lain sebagainya.
Implikasi bioteknologi bagi kesejahteraan manusia
Penggunaan bioteknologi, sebagaimana ilmu pengetahuan lainnya kadang-kadang bersifat embigu, yakni disatu sisi dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia, tetapi disisi lain dapat dimanipulasi untuk tujuan destruktif. Teknik rekayasa genetik misalnya, menjanjikan kepada kita antara lain dapat menghilangkan berbagai jenis penyakit keturunan melalui “penggantian” gen. Pada kondisi yang sama pembelokan tehnik ini bisa saja terjadi akibat munculnya godaan, sehingga manusia melalui percobaannya dapat menciptakan manusia super atau bahkan menciptakan monster maupun penjahat demi mencapai tujuannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dampak bioteknologi terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Hewan–hewan yang telah mengalami modifikasi secara genetik belum tentu langsung dapat dikonsumsi oleh manusia karena efek samping resiko genetik atau adanya residu antibiotik pada daging yang akan termakan oleh manusia akibat pengobatan jangka panjang, demikian pendapat sebagian orang. Namun, sebagian lainnya mengatakan bahwa dengan bioteknologi, produk makanan menjadi lebih sehat, contohnya daging dapat diproduksi kandungan lemak dan kolesterol yang rendah atau jenis susu yang lebih mudah dicerna.

B. Manfaat biologi terhadap perkembangan teknologi
Seiring kemajuan teknologi , biologi memberikan manfaat terhadap kemajuan teknologi.
Biologi bermanfaat dala bidang pertanian,bidang peternakan , bidang kedokteran , dan bidang industri.
1. Manfaat biologi dalam bidang pertanian
Beberapa contoh pemanfaatan biologi dalam bidang pertanian adalah sebagai berikut :
• Dulunya para petani hanya menanam pertanian secara tradisional . Dengan kemajuan biologi dan teknologi, para petani sekarang telah mampu meningkatkan produksi pertanian ,misalnya dengan bibit unggul dan dengan pola pemupukan yang sesuai dengan jenis tanaman.
• Melalui perkembangan bioteknologi dan biologi molekuler, telah berhasil ditemukan rekayasa genetika untuk tanaman.Pengaplikasian yang sudah berhasil dilakukan adalah terciptanya tanaman budidaya yang mampu mengghasilkan insektisida. Contoh jenis tanaman pangan yang telah berhasil direkayasa dengan tujuan tersebut adalah tanaman buah apel,pir,kol/kubis,brokoli, dan kentang.
• Dengan teknik kultur jaringan , tanaman dapat dibudidayakan dalam waktu yang singkat dan jumlah yang banyak.Adapun contoh-contoh tanaman budidaya yang sudah berhasil diperbanyak dengan teknik kultur jaringan antara lain kelapa sawit , anggrek , pisang , dan wortel.
• Dengan berbekal genetika telah berhasil diciptakan buah-buahan tanpa biji . Misalnya semangka,pepaya,jeruk , dan anggur tanpa biji.
2. Manfaat dalam bidang peternakan

Dalam bidang peternakan pun biologi berperan penting terhadap peningkatan produksi hewan-hewan ternak.
• Dengan kemajuan anatomi hewan , fisiologi hewan , genetika,dan embriologi hewan telah berhasil ditemukan inseminasi buatan ( kawin suntik ).Teknik ini bertujuan untuk memperoleh hewan ternak dengan kualitas yang diinginkan serta produksi yang meningkat.
• Selain teknik inseminasi , dewasa ini telah dikembangkan juga teknik fertilisasi in vitro. Pada teknik ini,embrio dapat dihasilkan di luar uterus ( kandungan ) induk betina dalam jumlah tertentu . Sebelum embrio bibit unggul diimplantasikan ( ditanam dalam uterus induk betina ) , embrio dapat disimpan dalam jangka wktu tertentu pada nitrogen cair bersuhu 196 derajat celcius.Embrio dari jenis unggul ini kemudian dapat diimplantasikan ke induk sapi betina yang tidak unggul dari spesies yang sama.Dengan demikian akan cepat diperoleh banyak sapi unggul.
3.Manfaat biologi dalam bidang kedokteran
• Transplantasi ( pencangkokkan ) organ telah memberikan pemecahan masalah terhadap orang yang mengalami kerusakan organ tubuhnya.
• Virologi telah memberikan sumbangannya pada dunia kedokteran , dengan memndasari pengetahuan dalam usaha mnciptakan vaksin-vaksin.
• Teknik bayi tabung telah memberikan pemecahan masalah bagi pasangan suami istri yang tidak memiliki anak.
• Mikrobiologi kedokteran telah berhasil mengindentifikasi beberapa jenis bakteri penyebab penyakit pada manusia.Dengan demikian , antibiotik untuk bakteri tersebut dapat dibuat.
4.Manfaat Biologi dalam Bidang Industri
• Pemanfaatan beberapa jenis mikroorganisme dalam industri makanan, misalnya industri pembuatan nata de coco , yoghurt , kecap , tempe , keju , atau minuman dan makanan fermentasi lainnya.
Pemanfaatan beberapa jenis mikroorganisme dalam industri obat-obatan , misalnya industri pembuatan antibiotik tertentu.

BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Bioteknologi merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Definisi seperti ini merupakan definisi bioteknologi klasik (konvensional). Bioteknologi modern memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagian yang telah direkayasa secara in vitro dalam menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri. Perkembangan bioteknologi berlangsung sangat pesat dengan adanya perkembangan biologi molekuler yang menggunakan teknik-teknik canggih untuk menciptakan terobosan baru dalam rangka peningkatan efisiensi dan ekonomi industri bioteknologi. Teknik-teknik yang digunakan dalam bioteknologi antara lain: kultur jaringan melalui protoplasma, rekayasa genetika yang meliputi manipulasi DNA rekombinan, teknik penginderaan secara molekuler dan kelengkapan rancang bangun suatu alat untuk menumbuhkan mikroba yang memungkinkan berlangsungnya suatu reaksi biologi.
BIOTEKNOLOGI DALAM BERBAGAI BIDANG
• Bioteknologi Dalam Bidang Pertanian
• Bioteknologi dalam Bidang Peternakan dan Perikanan
• Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan dan Pengobatan
Implikasi bioteknologi bagi kesejahteraan manusia masih bersifat ambigu karena dengan perkembangan zaman, bioteknologi dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tapi disatu sisi juga menimbulkan dampak negatif. Contohnya saja Hewan–hewan yang telah mengalami modifikasi secara genetik belum tentu langsung dapat dikonsumsi oleh manusia karena efek samping resiko genetik atau adanya residu antibiotik pada daging yang akan termakan oleh manusia akibat pengobatan jangka panjang, demikian pendapat sebagian orang. Namun, sebagian lainnya mengatakan bahwa dengan bioteknologi, produk makanan menjadi lebih sehat, contohnya daging dapat diproduksi kandungan lemak dan kolesterol yang rendah atau jenis susu yang lebih mudah dicerna.

III.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang khususnya pada bidang bioteknologi.

DAFTAR PUSTAKA
http://anitanieetha.blogspot.com/2013/06/manfaat-biologi-terhadap-kemajuan.html (diakses pada tanggal 5 desember 2013 pada pukul 21.00 WITA)
http://randylio.blogspot.com/2010/03/perkembangan-ti-dalam-biologi.html (diakses pada tanggal 5 desember 2013 pada pukul 21.00 WITA)
http://www.forumsains.com/index.php?cat=650 (diakses pada tanggal 5 desember 2013 pada pukul 21.30 WITA)
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/lmu-pengetahuan-dan-teknologi-iptek-perkembangan-dampak-positid-dan-negatif.html (diakses pada tanggal 5 desember 2013 pada pukul 21.30 WITA)

Makalah Bahasa Indonesia

PERKEMBANGAN IPTEK DALAM BIDANG BIOLOGI

OLEH

NAMA : ASTRID SAFIRA IDHAM
NIM : H41113341
FAKULTAS : MIPA
JURUSAN : BIOLOGI

UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

Platyhelminthes dan Nemathelminthes

TUGAS INDIVIDU
PARASITOLOGI

Platyhelminthes dan Nemathelminthes

NAMA : ASTRID SAFIRA IDHAM
NIM : H411 13 341
KELAS : PARASITOLOGI B

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga makalah filum Platyhelminthes dan nemathelminthes ini dapat terselesaikan. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen parasitology. Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Platyhelminthes berasal dari bahasa yunani, Platy = Pipih dan Helminthes = cacing. Oleh sebab itulah Filum platyhelminthes sering disebut Cacing Pipih. Platyhelminthes adalah filum ketiga dari kingdom animalia setelah porifera dan coelenterata. Platyhelminthes adalah hewan triploblastik yang paling sederhana. Cacing ini bisa hidup bebas dan bisa hidup parasit. Yang merugikan adalah platyhelminthes yang hidup dengan cara parasit.
Nemathelminthes umumnya cacing yg hidupnya parasit dan merugikan manusia. Pada umumnya merugikan, sebab parasit pada manusia maupun hewan, dan sampai sekarangpun belum ada satu pakar yang menemukan sisi positif yang ditimbulkan oleh cacing Nemathelminthes ini. Nemathelminthes (cacing giling) merupakan jenis cacing yang hidupnya menyerap sari-sari makanan dari inangnya jadi cacing ini sangatlah berbahaya karena merupakan parasit.
Sering disebut cacing perut atau cacing usus atau cacing gelang. Parasit pada usus halus manusia, hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tidak ada sistem peredaran darah. Contoh cacing gilik.

Adapun rumusan masalah yang akan kami angkat dalam penulisan makalah adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Platyhelminthes dan Nemathelminthes?
2. Bagaimanakah cirri-ciri Platyhelminthes dan Nemathelminthes itu?
3. Bagaimankah Struktur tubuh Platyhelminthes dan Nemathelminthes?
4. Bagaimanakah system Perkembang biakan Platyhelminthes dan Nemathelminthes?
5. Bagaimankah Klasifikasi Platyhelminthes dan Nemathelminthes!
6. Jelaskan Fisiology dari pembagian Platyhelminthes dan Nemathelminthes!

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang akan kami angkat dalam penulisan makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Apa itu Platyhelminthes dan Nemathelminthes!
2. Untuk memahami ciri-ciri Platyhelminthes dan Nemathelminthes itu!
3. Untuk mengetahui Bagaimankah Struktur tubuh Platyhelminthes dan Nemathelminthes!
4. Untuk mengetahui Bagaimanakah system Perkembang biakan Platyhelminthes dan Nemathelminthes!
5. Untuk mengetahui Klasifikasi Platyhelminthes dan Nemathelminthes!
6. Untuk memahami Fisiology dari pembagian Platyhelminthes dan Nemathelminthes!

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari kata platy yang artinya pipih dan helmins yang artinya cacing atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sudah lebih maju dibandingkan Porifera dan Coelenterata. Hal ini dapat dilihat dengan tanda-tanda berikut: tubuh bilateral simetris, arah tubuh sudah jelas yaitu arah anterior-posterior dan arah dorsal-ventral. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot-otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan. Tetapi, kelompok hewan ini masih tetap tergolong tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum terpisah (hermaphrodit).
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Biasanya hidup di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13.000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing kait adalah parasit eksternal atau internal dari kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda.

Kelas Turbellaria
Hampir semua anggota Turbellaria hidup secara bebas, hanya ada beberapa saja yang hidup secara ektokomensalis atau secara parasitis. Tubuh cacing Turbellaria tidak terbagi atas segmen-segmen, bagian luarnya ditutupi oleh epidermis yang berinsitium sebagian daripadanya dilengkapi dengan sel-sel yang menghasilkan zat mucosa.
Contoh: Planaria sp

Cacing ini dipakai sebagai contoh karena pada umumnya mewakili anggota kelas Turbellaria.
1. Habitat
Hidup bebas di perairan air tawar yang jernih dan tidak mengalir, biasanya berlindung di tempat-tempat yang teduh.
2. Struktur Tubuh

Tubuh pipih dorsoventral, bagian kepala berbentuk segitiga dengan tonjolan yang menyerupai telinga, yang biasa disebut aurikel, bagian ekor meruncing. Panjang tubuh sekitar 5-25mm, bagian tubuh sebelah dorsal warnanya lebih gelap daripada warna tubuh sebelah ventral. Di tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata (berfungsi untuk membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke arah ekor terdapat lubang mulut. Lubang mulut berhubungan dengan kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular dan longitudinal. Kerongkongan dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur, kerongkongan tersebut mirip belalai. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian ventral terdapat “zona adesif” yang menghasilkan lendir liat yang berfungsi untuk melekatkan diri ke permukaan yang ditempelinya. Di permukaan ventral ditutupi oleh rambut-rambut getar halus.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya tersusun atas 4 lapisan jaringan, yaitu secara berturut-turut dari luar ke dalam sebagai berikut: (1) lapisan epidermis, (2) lapisan kelenjar sub-epidermis, (3) lapisan otot (musculus), (4) lapisan mesenchym (parenchyma).
1. Sistem Pencernaan Makanan
Saluran pencernaan terdiri atas mulut, faring, esofagus, dan usus halus (intestin). Lubang mulut dilanjutkan oleh kantung yang berbentuk silindris memanjang dan disebut rongga mulut (rongga faringeal). Esophagus merupakan persambungan dari faring yang langsung bermuara ke dalam usus. Usus bercabang tiga, satu menuju ke anterior, sedangkan yang kedua lagi secara berjajar sebelah menyebelah menuju ke arah posterior. Masing-masing cabang bercabang lagi ke arah lateral. Percabangan ke arah lateral disebut “devertikulata”. Planaria sebagian besar bersifat karnivora. Planaria memiliki kemoreseptor (terletak di kiri-kanan bagian anterior), sehingga memungkinkan cacing ini bereaksi terhadap zat makanannya yang berupa rangsangan zat protein. Jika mangsa telah disentuh, ujung anterior membelok dengan cepat ke arah mangsanya dan kemudian melingkarinya. Dengan lendir yang diekskresikan oleh kelenjar mukosa dan “rhabdibes” mangsa dapat diikat erat. Kemudian faring ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan segera ditarik kembali ke dalam rongga mulut.
Makanan dicerna secara ekstrasel, kemudian sel-sel tertentu pada epitel usus dapat membentuk pseudopodia dan mencerna mangsanya di dalam vakuola makanan ( pencernaan intrasel). Sari-sari makanan diabsorpsi dan secara difusi masuk ke seluruh jaringan tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dicerna dikeluarkan kembali ke usus. Bilamana persediaan makanan telah habis, ia akan memakan tubuhnya sendiri. Pertama ia akan mengorbankan organ reprodukstif, kemudian sel-sel parenkim, otot, dan seterusnya. Sehingga tubuhnya berukuran kecil. Ketika ia mendapatkan makanan, ia melakukan regenerasi pada masing-masing sel yang rusak.

2. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri dari dua saluran longitudinal yang berbentuk seperti jala dan bercabang ke seluruh bagian tubuh dan berakhir di sel api (protonephridia). Sel api adalah sel berbentuk gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis..sel api berlubang dan mengandung silia yang berfungsi untuk mendorong air dan sisa metabolisme masuk ke dalam saluran ekskresi. Pada masing-masing sisi tubuh Biasanya terdapat 1-4 buah pembuluh pengumpul yang membentang longitudinal. Di bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi longitudinal tersebut mengadakan pertemuan, dihubungkan oleh pembuluh transversal sedikit agak di depan bintik mata. Di bagian posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih terpisah. Di bagian permukaan dorsal daripada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi tersebut bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor. Pada permukaan dorsal saluran induk mempunyai lubang ekskresi. Pengeluaran sisa metabolism berlangsung selain melalui saluran ekskresi juga melalui lapisan gastrodermis.
Belum mempunyai organ respirasi sehingga pertukaran gas berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
3. Sistem Saraf
Susunan saraf Planaria bila dibandingkan dengan susunan saraf Coelenterata sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini sudah ditemukan sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai pusat susunan saraf. Terdiri dari ganglion serebral, terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak. Dari ganglion serebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke arah lateral, anterior dan posterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indra kemoreseptor sedangkan cabang posterior terdiri dari satu pasang (kanan dan kiri) yang saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf.
4. Alat Indera
Alat indera berupa bintik mata dan indera aurikel yang keduanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal dari kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf sensoris yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata tersebut sekedar dapat membedakan gelap dan terang saja.
Planaria bersifat photonegatif. Dari kenyataan bahwa bila Planaria dikenai cahaya pada salah satu sisinya, maka cacing tersebut akan bergerak menjauhi cahaya. Aurikel merupakan indera rasa, bau dan sentuhan. Jika aurikel tidak berfungsi, maka hewan tersebut tidak dapat mengetahui jenis makanan kesukaannya.
5. Sistem Reproduksi
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam tubuh seekor hewan tersebut terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Adapun susunan alat kelamin tersebut adalah sebagai berikut:
o Organ kelamin jantan terdiri atas:
1. Testis (berjumlah ratusan, berbentuk bulat selebar di sepanjang sisi kedua tubuh).
2. Vasa eferensia (merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan bagian pembuluh lainnya yang lebih besar).
3. Vasa deferensia (merupakan pembuluh yang berjumlah dua buah yang masing-masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesicular seminalis (merupakan kantung yang berfungsi menampung sperma dan menyalurkan sperma ke penis.
5. Penis, merupakan alat pentransfer ke tubuh atau kea lat kelamin Planaria yang lain pada waktu mengadakan kopulasi dalam rangka mengadakan perkawinan silang. Penis ini bermuara ke dalam ruang genetalis.
6. Ruang genetalis (yang waktu kopulasi menjulur keluar melalui poros genitalis.
o Organ kelamin betina terdiri atas :

a. Ovari berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
b. Oviduct (saluran telur) dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran yang disebut oviduct atau aliran telur. Antara saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang saling dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
c. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
d. Vagina, merupakan saluran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari Planaria lain, dimana spermatozoid yang telah ditransfer selanjutnya akan disimpan dalam ruangan yang disebut receptaculus seminalis.
e. Uterus (receptaculus seminalis) merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan spermatozoid hasil transfer dari Planaria lain.
f. Genital atrium (ruang genitalis) merupakan muara bersama antara kedua buah saluran telur (oviduct) yang telah disebut di atas. Planaria berkembangbiak dengan cara seksual maupun aseksual.
6. Regenerasi

Daya generasinya sangat tinggi, bila hewan ini dipotong-potong maka bagian yang hilang akan tumbuh kembali dan menjadi individu yang utuh seperti semula.
C. Kelas Trematoda
Boleh dikatakan bahwa hampir semua anggota trematoda ini bersifat parasit terhadap hewan Vertebrata, baik secara ekto maupun endoparasit. Tubuh tertutup oleh suatu tegument yang Biasanya licin, tetapi kadang berduri. Hampir semua species memiliki satu atau lebih batil hisap. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia kecuali fase larvanya. Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat pengisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Daur hidupnya ada yang secara langsung dan ada pula yang memerlukan dua atau lebih hospes, salah satu hospesnya ialah siput. Di dalam hospes Vertebrata, cacing daun dewasa hidup di dalam saluran pencernaan, di dalam saluran-saluran yang berhubungan dengan saluran pencernaan, di dalam darah, paru-paru, kantung empedu, kantung kencing, dan oviduk atau di dalam hampir semua organ tubuh. Biasanya parasit tersebut berada terbatas dalam lumen dalam selaput lendir dan jaringan-jaringan selaput lendir dan epitel.
Pembuahan sendiri dan pembuahan silang dapat terjadi pada trematoda. Galur-galur yang mengalami pembuahan sendiri kemungkinan merupakan penyesuaian diri terhadap lingkungan khusus dimana terdapat sedikit siput, atau dimana terdapat kesulitan untuk dapat kontak dengan siput misalnya, di dalam air arus deras.
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)

Gambar Fasciola hepatica (cacing hati)
1. Struktur Tubuh
Ukuran tubuh antara 8-13mm, bentuknya pipih (seperti daun), susunan tubuhnya tripoblastik.
a. Lapisan ektoderm (tipis, mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar, dilapisi kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dan cairan hospes).
b. Lapisan endoderm (mengandung sisik chitine dan sel-sel tunggal kelenjar. Ektoderm melapisi saluran pencernaan).
c. Lapisan mesoderm (merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi dan saluran reproduksi).
Di samping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan. Di dalam jaringan itu terdapat bermacam-macam organ misalnya, alat reproduksi. Di sekitar mulut terdapat alat hisap (berfungsi sebagai alat penempel pada hospes). Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot yang tersusun atas tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan luar melingkar
b. Lapisan tengah longitudinal
c. Lapisan dalam diagonal
2. Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan sederhana. Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, faring (saluran pendek) esophagus, usus (terdiri dari dua cabang utama yang menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh). Selanjutnya cabang utama itu akan bercabang lagi (cabang tersebut disebut divertikulum, seperti pada Planaria). Tidak memiliki sistem sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh saluran pencernaan makanan itu sendiri.

3. Sistem Ekskresi
Yang khas pada semua cacing pipih, sistem protonefridial yang terdiri atas flame cells (flame bulbs) dihubungkan oleh tubulus yang bersatu menjadi duktus yang lebih besar bermuara secara bebas keluar tubuh atau bergabung dahulu menjadi suatu kandung kencing yang bermuara pada atau dekat ujung posterior cacing. Flame cells atau duktus tidak hanya berfungsi untuk ekskresi, tetapi juga untuk pengaturan air dan barangkali untuk menjaga agar cairan tubuh selalu bergerak. Duktus-duktus atau tubulus-tubulus mengandung tonjolan-tonjolan kecil seperti jari, yang diduga membantu reabsorpsi dengan peningkatan daerah permukaan internal.
4. Sistem Saraf
Sistem sarafnya sama dengan sistem saraf pada Planaria.
5. Sistem Reproduksi
Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada tiap-tiap hewan dewasa. Alat kelamin jantan terdiri atas: (1) sepasang testis sebagai pabrik sperma, (2) dua pembuluh vasa deferensia sebagai penyalur sperma dari testis, (3) kantung vesiculum seminalis (4) saluran ejakulasi yang berakhir pada alat kopulasi (5) penis.
Alat reproduksi betina terdiri atas: (1) saluran tunggal ovarium yang memproduksi telur, (2) saluran oviduct yang menyalurkan telur ke ovari, (3) kelenjar pembungkus ovum yang dimana (4) saluran vetelline atau saluran yolk yang menyalurkan globuli yolk yang berasal dari (5) kelenjar yolk atau kelenjar vetelin. Setelah kelenjar pembungkus melengkapi kulit chitine, selanjutnya telur masuk ke dalam (6) pembungkus yang disebut uterus.
Fasciola hepatica bersifat hermaprodit, dari setiap individu dapat menghasilkan ratusan ribu telur, telur tersebut dikeluarkan ke usus dan keluar bersama-sama dengan feses. Telur bila sampai pada tempat yang baik (basah) akan menetas menjadi miracidium. Miracidium ini bergerak dengan silianya ke siput Lymnea dan masuk ke dalam tubuh siput (miracidium di luar tubuh siput tahan hidup selama 8 jam). Mirasidium keluar dari telur di dalam usus siput. Berhubung siput senang makan tinja, maka terdapat kesempatan luas untuk tertelannya telur cacing ke dalam usus siput. Miracidium setelah dua minggu di dalam tubuh siput akan menjadi sporocyst yang menghasilkan redia-redia yang mempunyai sebuah batil hisap yang telah berkembang sempurna dan sebuah usus embrionik. Sebagian besar jaringan internal bersifat germinal, dan di dalam redia akan dihasilkan cercaria-cercaria . Cercaria yang masak mempunyai dua batil hisap, usus yang bercabang dan mempunyai alat gerak semacam ekor untuk menempel pada tumbuhan air/tumbuhan darat dekat dengan tempat berair dalam bentuk metacercaria (mengkista). Selain itu mereka juga memiliki berbagai macam sel-sel kelenjar, termasuk sel-sel penembus dan sitogenik. Sel sitogenik tersebut berperanan di dalam pembentukan dinding sista metacercaria. Seperti mirasidia, cercaria mungkin juga mempunyai bintik-bintik mata atau fotoreseptor yang mengandung sel-sel sensoris dan sel-sel berisi pigmen. Metacercaria yang mengkista dapat termakan oleh ternak dan akan menjadi Fasciola hepatica dewasa yang menetap di dalam hati.

Tahap perkembangan larva Fasciola hepatica
D. Kelas Cestoda (Cacing Pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang hermaphrodit.
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata, Taenia pisiformis, Echinococcus Granulosus.

Gambar Taenia Solium
1. Struktur Tubuh
Taenia merupakan cacing yang sangat Panjang yang terdiri atas: sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas yang sama yang disebut proglottida. Pada kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai kait (rostellum). Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh yang akan menghasilkan proglottida baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 meter. Proglottida yang paling akhir merupakan proglottida yang paling tua yang selalu melepaskan diri. Dalam proglottida tua terdapat sejumlah telur.
2. Sistem Pencernaan Makanan
Tubuh cacing pita disesuaikan dengan kehidupan parasit. Tidak mempunyai alat pencernaan makanan, karena langsung menghisap zat makanan pada hospesnya.
3. Sistem Ekskresi
Saluran ekskresi memanjang dengan cabang-cabang yang berakhir dengan sel api.
4. Sistem Saraf
Sistem saraf seperti pada Planaria dan cacing hati, tapi tidak begitu berkembang baik.

5. Sistem Reproduksi
Proglottida yang masak mengandung alat reproduksi jantan yaitu: (1) testis yang menghasilkan spermatozoa, (2) vasa deferensia yang membawa ke (3) lubang genital. Alat reproduksi betina yaitu: (1) ovari yang menghasilkan sel telur, (2) oviduct yang merupakan penyalur sel telur, (3) kelenjar yolk (kuning telur yang membungkus sel telur), (4) kelenjar pembungkus yang membungkus telur dan seterusnya masuk ke (5) uterus. Di dalam uterus itulah akan terjadi fertilisasi atau pembuahan dengan spermatozoa, yang mungkin datang dari proglottida yang sama. Setelah itu turun ke vagina. Proglottida yang telah masak dan tua yang banyak mengandung sel telur yang telah dibuahi akan lepas dan keluar bersama-sama dengan feses hospes. Telur yang mengandung embrio yang termakan oleh babi akan tumbuh menjadi larva yang melobangi dinding usus terus mengikuti aliran darah menetap di daging menjadi kista, yang selanjutnya menjadi Cysticercus. Bila daging tersebut dimakan masih mentah, maka Cysticercus menjadi daging dewasa di dalam usus hospes baru.

B. Nemathelminthes
Nemathelminthes (dalam bahasa yunani, nema = benang, helminthes = cacing) disebut sebagai cacing gilig karan tubuhnya berbentuk bulat panjang atau seperti benang.Berbeda dengan Platyhelminthes yang belum memiliki rongga tubuh, Nemathelminthes sudah memiliki rongga tubuh meskipun bukan rongga tubuh sejati.Oleh karena memiliki rongga tubuh semu, Nemathelminthes disebut sebagai hewan Pseudoselomata.
Ciri – ciri
1. Hidup parasit di dalam tubuh makhluk hidup lain, dan ada juga yang hidup bebas
2. Merupakan hewan Triploblasik Pseudoselomata
3. Tubuhnya simetri Bilateral
4. Tubuh dilapisi kutikula yang berfungsi untuk melindung diri
5. Memiliki sistem pencernaan
6. Tidak memiliki pembuluh darah dan sistem respirasi
7. Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu yang berbeda
8. Reprduksi secara seksual
9. Telurnya dapat membentuk kista.
Ciri tubuh
Nemathelminthes pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang mikroskopis, namun ada juga yang mencapai panjang 1 meter. Individu betina memiliki ukuran lebih besar daripada individu jantannya. Permukaan tubuh Nemathelminthes dilapisi oleh Kutikula. Kutikula itu sendiri berfungsi sebagai pelindung Nemathelminthes dalam menghadapi enzim-enzim pencernaan di dalam tubuh inangnya. Nemathelminthes sudah memiliki alat pencernaan yang lengkap mulai dari mulut, faring, usus, dan anus. Mulut nemathelminthes berada di bagian depan (anterior), sedangkan anus berada di ujung belakang (posterior). Nemathelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah jadi sari sari makanan diedarkan melalui cairan pada pseudoselom. Nemathelminthes tidak memiliki sistem respirasi. Jadi dia bernafas secara difusi melalui permukaan tubuh. Organ reproduksi berbeda.

struktur tubuh Nemathelminthes
Ukuran
Ukuran tubuh Nemathelminthes umunya mikroskopis, meskipun ada yang panjang nya sampai 1 meter.Individu betina berukuran lebih besar daripada individu jantan.Tubuh berbentuk bulat panjang atau seperti benang dengan ujung-ujung yang meruncing.
Habitat
Nemathelminthes hidup bebas atau parasit pada manusia, hewan, dan tumbuhan.Nemathelminthes yang hidup bebas berperan sebagai pengurai sampah organik, sedangkan yang parasit memperoleh makanan berupa sari makanan dan darah dari tubuh inangnya.Habitat cacing ini berada di tanah becek dan di dasar perairan tawar atau laut.Nemathelminthes parasit hidup dalam inangnya.
Reproduksi
Nemathelminthes umumnya melakukan reproduksi secara seksual.Sistem reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan dan betina terpisah pada individu yang berbeda.Fertilisasi terjadi secara internal.Telur hasil fertilisasi dapat membentuk kista dan kista dapat bertahan hidup pada lingkungan yang tidak menguntungkan.
Klasifikasi
Nemathelminthes dibagi menjadi dua kelas, yaitu Nematoda dan Nematophora.Pada uraian berikut akan dibahas beberapa spesies dari nematoda yang merupakan parasit bagi manusia.
Kelas Nematoda
Kelas nematoda terdiri dari beberapa spesies tidak hanya bersifat parasitik terhadap manusia, namun juga terhadap binatang, tumbuhan baik yang diusahakan maupun liar. Nematoda merupakan organisme yang mempunyai struktur sederhana. Nematoda dewasa tersusun oleh ribuan sel-sel somatik, ratusan sel diantaranya membentuk sistem reproduksi. Tubuh nematoda berupa tabung yang disebut sebagai pseudocoelomate. (anonimus, 2008).
Nematoda merupakan anggota dari filum nemathelminthes. Mereka mempunyai saluran usus dan rongga badan, tetapi rongga badan tersebut dilapisi oleh selaput seluler sehingga disebut pseudosel atau pseudoseloma. Nematoda berbentuk bulat pada potongan melintang, tidak bersegmen, dan ditutupi oleh kutikula yang disekresi oleh lapisan sel langsung di bawahnya, hipodermis. (Levine, 1977).
Nematoda adalah cacing yang umumnya berbentuk bulat (silindris) memanjang dari anterior ke posterior dan pada anterior terdapat mulut. Tubuhnya ditutupi oleh selapis kutikula yang tidak berwarna dan hampir transparan. Kutikula dihasilkan oleh hipodermis yang berada dibawahnya. (Yudha, 2009).
Biasanya sistem pencernaan, ekskresi, dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak didalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai 200.000 butir sehari. Telur atau larva ini dikeluarkan dari badan hospes dengan tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit. Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara; ada yang masuk secara aktif, ada pula yang tertelan atau dimasukkan oleh vektor melalui gigitan. Hampir semua nematoda mempunyai daur hidup yang telah diketahui dengan pasti. (gandahusada,1998).
Model pengendalian siklus infeksi toxocariasis pedet dapat dilakukan dengan minyak atsiri rimpang temuireng (Curcuma aeruginosa RoxB). Peluang penularan trypanosomiasis dapat terjadi jika terdapat reservoir, yaitu sapi yang terinfeksi. Mekanisme penularan dipengaruhi oleh kemampuan terbang vektor, kemampuan menyebar, serta daya tahan hidup T.evansi pada vektor. “Lama hidup pada habitat probosis vektor maksimal 4 jam. Sedangkan pada habitat fore gut maksimal 9 jam (Setiawan Koesdarto, 2007).
A. Taksonomi
Taksonomi dari cacing namatoda adalah:
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Strongylorida, rhabditorida, ascaridorida, spirurorida, camallanorida,
dorylaimorida, dioctophymatorida
Famili : Trichostrongylidae,rhabditidae, cephalobidae, strongyloididae,
ancylostomatidae, strongylidae, syngamidae, metastrongilidae,
ascarididae,
filariidae
Genus : Trichostrongylus, strongyloides, ancylostoma, necator, strongylus,
haemonchus,dipetalonema, dirofilaria, dll
B. Morfologi
1. Bentuk tubuhnya bulat (silindris) memanjang dari anterior ke posterior, tidak bersegmen dan meruncing pada kedua ujungnya.
2. Permukaan tubuhnya dilapisi oleh kutikula yang dihasilkan langsung oleh hipodermis yang berada dibawahnya.
3. Organ – organ internalnya berbentuk filamen dan tergantung dalam rongga tubuh cacing yang berisi cairan.
4. Sistem pencernaannya berupa tabung lurus panjang dengan sebuah mulut yang dikelilingi oleh 6 bibir dan anus dibagian posterior.
5. Sistem syaraf terdiri dari cincin syaraf yang mengelilingi istmus esofagus dan tersusun dari sejumlah ganglia dan syaraf.
6. Sistem reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduct, dan uterus yang berakhir pada vagina pendek dan berujung di vulva yang terletak di daerah 1/3 bagian anterior tubuh.
7. Sistem reproduksi jantan terdiri dari sebuah testis dan vas deferens yang berakhir di duktus ejakulator di kloaka.
8. Pada cacing jantan terdapat spikula yang homolog dengan penis dan bursa kopulatriks yang berfungsi untuk memegang betina ketika perkawinan.
Cacing Perut (Ascaris lumbricoides)
• Cacing Perut tergolong dalam kelompok Nemathelminthes (cacing gilig)
• Ascaris lumbricoides berdasarkan lapisan embryonal pembentuk tubuhnya tergolong organisme Triploblastik Pseudocoelomata (triploblastik yang berongga semu artinya rongga tubuhnya terisi organ organ sehingga tidak mutlak sebagai rongga, seperti yang dijumpai pada Triploblastik coelomata)
• Sistem pencernaan sudah ada diawali dari mulut dan berakhir di anus namun organ itu berada dalam rongga sehingga ada rongga tetapi digunakan untuk organ sehingga punya rongga tetapi semu (pseudo coelom)
• Cacing Perut atau yang dikenal dengan sebutan Ascaris lumbricoides (hampir terdapat di belahan bumi maka ia tergolong organisme kosmopolitan, tidak endemik)
• Cacing banyak dijumpai terkhususkan di daerah yang sanitasinya kurang , tempat yang kurang higienis , tempat yang habis banjir sehingga septictank tempat kotoran meluap keluar jenis cacing ini cukup dan termasuk parasit.
• Ascaris lumbricoides menempati usus halus dan mempunyai hobby memakan sari makanan yang ada di sekitar usus tersebut sehingga tubuhnya gembul bisa mencapai 20 – 40 cm
• Maka cenderung orang yang terinfeksi cacing ini tubuhnya kurus , bagaimana supaya tidak kurus ? makan harus porsinya double, misalnya sarapan ya harus 2 piring , 1 piring untuk sel sel tubuh anda dan 1 piring untuk cacingnya.
• Hidup parasit di usus halus memakan sari sari makanan
• Struktur tubuh berukuran makroskopis 20 – 30 cm untuk yang dewasa
• Individu betina berukuran lebih besar daripada individu jantan.
• Tubuh berbentuk bulat panjang gilig dengan permukaan tubuh tidak bersegmen segmen dengan ujung-ujung yang meruncing.
• Permukaan tubuh dilapisi kutikula yaitu semacam lilin untuk melindungi tubuh dari pencernaan kimiawi enzim
• Sistem pencernaan yang berkembang dengan baik terdiri dari mulut, faring, usus, dan anus.
• Mulut terdapat pada ujung anterior sisi depan , sedangkan anus terdapat pada ujung posterior ujung belakang .
• tidak memiliki pembuluh darah, makanan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan pada ruang antar organ secara peredaran terbuka
• Sistem respirasinya secara sederhana dengan mensirkulkasi oksigen dan carbon dioksida keluar masuk sel tubuh secara difusi melalui permukaan tubuh / kulit sebagai ganti paru paru , kemudian Oksigen itu masuk ke pembuluh darah kemudian oleh darah didistribusikan ke sel sel seluruh tubuh
• Karena darahnya membawa Oksigen dan sari makanan dan ada didalam pembuluh darah maka Cacing ini peredarannya tertutup
• Organ reproduksi jantan dan betina terpisah dalam individu berbeda.
• Jenis jantan berukuran 15 cm dengan diameter 3-4mm dan memiliki ekor melengkung
• Jenis betina berukuran lebish besar sekitar 25 cm dengan diameter 5mm dengan ujung posterior lurus.
• Cacing ini hidup sebagai parasit dalam usus manusia dan sering disebut sebagai cacing usus atau cacing gelang
1. mempunyai panjang sekitar 20 – 30 cm, dengan kedua ujungnya meruncing dan berwarna merah muda.
2. cacing ini mengisap sari makanan yang ada di dalam usus. Pada penderita cacingan, kadang-kadang cacing ini akan keluar bersama feses (kotoran manusia).
Siklus hidupnya :
• Telur yang telah membentuk embrio mula-mula keluar bersama feses ,
• ketika faeces kering maka terbanglah telur ke mana mana ,
• akhirnya termakan oleh manusia bersama-sama makanan atau minuman.
• Selanjutnya, akan menetas di dalam perut manusia
• dan larva tersebut menuju ke dinding usus masuk dalam pembuluh darah menuju ke jantung.
• Dari jantung kemudian menuju paru-paru.
• dari paru paru Larva akan bergerak ke faring/kerongkongan.
• Apabila larva tersebut tertelan, maka masuk lagi ke dalam usus dan menetap hingga menjadi dewasa.

kelas Nematophora
• Tubuh bulat kecil seperti rambut, disebut juga cacing rambut.
• Contoh: Nectonema sp dan Gordiust sp (parasit pada Arthopoda)
Peranannya :
Peranan nemathelminthes bagi kehidupan manusia secara ekonomi tidak ada yang menguntungkan bahkan merugikan. Nemathelminthes kebanyakan adalah parasit pada manusia, tanaman, dan hewan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Filum Platyhelminthes berasal dari kata Platy yang berarti pipih dan helminthes yang berarti cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Tubuh pipih dorsoventral tidak berbuku-buku, simetris bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Struktur tubuh Filum Platyhelminthes adalah semua anggota filum ini berbentuk simetris bilateral dan memiliki bagian kepala dan terbagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda. Filum Platyhelminthes Selain menjadi sumber penyakit, dia juga memiliki peran untuk manusia memiliki peran terhadap manusia seperti Planaria menjadi salah satu makanan bagi organisme lain cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia dan hewan.
Nemathelminthes umumnya cacing yg hidupnya parasit dan merugikan manusia. Tubuhnya terdiri atas 3 lapisan (triploblastik), yaitu lapisan luar (ektoderm), lapisan tengah (mesoderm), dan lapisan dalam (endoderm). Nemathelminthes terbagi menjadi kelas, yaitu Nematoda terbagi menjadi; Ascaris lumbricoides (cacing perut), Ancylostoma duodenale (cacing tambang), Oxyuris vermicularis (cacing kremi), Wuchereria bancrofti (cacing rambut), Trichinella spiralis.

INDEKS KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI PADANG RUMPUT

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

 

PERCOBAAN IV

INDEKS KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI PADANG RUMPUT

 

NAMA                                               : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                                                    : H41113341

KELOMPOK                                    : II (DUA) B

HARI/TGL. PERCOBAAN                        : SELASA/25 MARET 2014

ASISTEN                                          : ANWAR

                                              AHMAD SOLEH

 

 

 

 

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB I

PENDAHULUAN

 

I.1 Latar Belakang

            Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan hidup organisme di bumi, yang berupa tumbuhan, hewan, mikroorganisme, dan genetika yang dikandungnya, serta ekosistem yang dibangunnya menjadi lingkungan hidup. Dimana kita ketahui bahwa ekosistem adalah suatu sistem dialam yang terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya, juga dengan lingkungannya (Umar, 2014).

            Semakin banyak jenis yang dapat dijumpai pada suatu ekosistem maka semakin tinggi tingkat keanekaragaman hayatinya, semakin tinggi keanekaragaman hayati suatu tempat, semakin kompleks ekosistemnya. Untuk mengetahui keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem diperlukan suatu indeks keanekaragaman dalam suatu komunitas (Lakitan, 1994).

Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menentukan indeks keanekaragaman suatu komunitas, sangatlah diperlukan pengatahuan atau keterampilan dalam mengindentifikasi hewan. Bagi seseorang yang sudah terbiasa pun dalam melakukan indentifikasi hewan sering membutuhkan waktu yang lama, apalagi yang belum terbiasa. Karena itu untuk kajian dalam komunitas dan indeks keanekaragaman sering didasarkan pada kelompok hewan, misalnya, familia, ordo atau kelas dan hal ini pun dibutuhkan cukup keterampilan dan pengalaman. Mengingat keanekaragaman spesies dan jumlah hewan yang berada di daerah tropis jauh lebih banyak di bandingkan dengan daerah temperatur dan daerah beriklim dingin. Untuk beberapa tujuan yang praktis, ada suatu cara penentuan untuk mendukung indeks keanekaragaman suatu habitat atau komunitas tanpa harus mengetahui nama masing-masing jenis hewan sama atau tidak pada pola pengurutan pengambilan sampel yang dilakukan secara aacak pada saat pengamatan di laboratorium atau di lapangan secara langsung, metode itu dikemukakan oleh Kennedy pada tahun 1997 (Umar, 2014).

 

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :

  1. Menentukan indeks keanekaragaman serangga yang terdapat di padang rumput dengan menggunakan indeks Kennedy.
  2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dan cepat dalam memprediksi keadaan suatu komunitas.

 

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Selasa,25Maret 2014,praktikum dalam laboratorium dilakukan pada pukul 14.00–17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar,Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar dan  pengambilan sampel dilakukan pada hari yang sama, pada pukul 06.00 – 07.30 WITA, bertempat di sekitar danau Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Keanekaragaman jenis merupakan karakteristik tingkatan dalam komunitas berdasarkan organisasi bilogisnya, yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika komunitas tersebut disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan spesies sama dan hampir sama. Sebaliknya jka suatu komunitas disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya sedikit spesies yang dominan maka keanekaragaman jenisnya rendah (Umar, 2014).

Tanaman dan hewan dari berbagai jenis yang hidup secara alami di suatu tempat membentuk kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungannya yang memnuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula krerukunan untuk hidup bersama, toleransi kebersamaan dan hidup timbale balik yang menguntungkan sehingga dalam kumpulan ini terbentuk suatu derajat keterpaduan. Kumpulan atau susunan dari berbagai populasi yang telah menyesuaikan diri dan menghuni suatu wilayah di alam disebut komunitas. Dan seperti halnya populasi dan jasad hidup lain yang membentuknya, komunitas pupa mempunyai struktur dan fungsi di alam bahkan dengan derjat populasi yang lebih tinggi, karena memiliki ciri, sifat dan kemampuan yang lebih tinggi daripada populasi. Misalnya dalam populasi interaksi hanya bisa dicapai antarindividu, sedangkan dalam komunitas bisa antarpopulasi (Odum, 1993).

Indonesia merupakan salah satu negara “Mega Biodiversity” setelah Brazil. Tetapi dibandingkan dengan Brazil, Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah disamping memiliki keanekragaman hayati yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental, Australia, dan peralihannya. Selain itu di Indonesia terdapat banyak hewan dan tumbuhan langka, serta hewan dan tumbuhan endemik (penyebaran terbatas). Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri (Azkinin, 2011).

Salah satu kekayaan sumber daya hayati berupa fauna adalah serangga. Serangga merupakan salah satu kelas dalam filum Arthropoda yang paling  banyak  jumlahnya. Lebih kurang 70% dari filum Arthropoda yang ada di dunia adalah serangga. Tubuh serangga terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu kepala (caput ), dada ( thoraks ) dan perut (abdomen). Pada kepala terdapat sepasang antena yang ukurannya sangat bervariasi dan mulut yang memiliki berbagai tipe sesuai dengan jenis makananya, ada yang memiliki tipe mulut untuk menggigit,  mengunyah, menghisap, menyerap, menjilat,dan menusuk serta modifikasi bentuk mulut lainnya. Bagian dada pada serangga terdiri dari tiga segmen, masing-masing didukung oleh sepasang kaki, sehingga serangga mempunyai enam kaki (heksapoda). Berbeda dengan hewan Arthropoda lainnya, pada toraks insekta terdapat dua pasang sayap, masing-masing pada segmen dada kedua dan ketiga. Adanya sayap memungkinkan kelompok serangga dapat terbang dan berpindah ketempat yang jauh. Bagian perut pada dasarnya terdiri dari 12 ruas, tetapi pada beberapa serangga hanya mempunyai 6-8 ruas karena ada ruas-ruas bagian perut yang mereduksi (Odum, 1993).

Keanekaragaman hayati menunjukkan adanya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkat gen, tingkat jenis dan tingkat ekosistem (Michael, 1994) :

            a.    Keanekaragaman jenis

Manusia dalam mengenal adanya keanekaragaman makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dapat diamati dan juga mungkin tingkah laku, penampilannya, makanannya dan cara perkembangbiakannya, habitatnya serta  interaksinya dengan makhluk lain.

Pada tumbuhan yang dapat diamati misalnya tempat tumbuhnya, batangnya, daunnya, bunganya, serangga yang mengunjunginya serta burung yang bersarang di dalamnya.

b. Keanekaragaman genetis/gen/genetika

Setiap populasi mempunyai sifat genetik tertentu. Individu-individu sejenis ini mempunyai kerangka dasar komponen genetis yang sama (kromosomnya sama tetapi memiliki komponen faktor keturunan yang berbeda).

Contohnya  : Rasa manis dan asam pada mangga, warna kuning, merah dan putih pada biji jagung.

Keanekaragaman gen menentukan keanekaragaman jenis individu, meski jenisnya sama tetapi memiliki gen yang tidak sama bila dibandingkan dengan individu lain dalam kelompok tersebut. Keaneka ragaman genetik merupakan keanekaragaman sifat yang terdapat dalam satu jenis. Dengan demikian tidak ada satu makhlukpun yang sama persis dalam penampakannya.

c. Keanekaragaman ekosistem

Ekosistem merupakan satu kesatuan lingkungan yang melibatkan faktor biotik (makhluk hidup) dan faktor abiotik (mineral, udara, air, tanah dll.) yang  berinteraksi satu sama lain. Indonesia memiliki makhluk hidup yang bervariasi, sehingga ekosistem yang terbentuk juga beragam.

Contohnya  : Ekosistem bahari, ekosistem hutan bakau, ekosistem hutan rawa air tawar, ekosistem danau, dan ekosistem pertanian

Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang sangat banyak digunakan untuk membandingkan data komunitas tumbuhan terutama untuk mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat

tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan. Keragaman jenis dihitung dengan menggunakan indeks keragaman jenis yang merupakan perbandingan antara jumlah dari jenis dan nilai penting atau jumlah atau biomassa atau produktivitas dari individu-individu (Umar, 2014).

              Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam akibat turut campur tangan manusia. Terdapat enam faktor ini saling berinteraksi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda diantaranya (Oka, 1995) :

  1. Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan dengan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.
  2. Heterogenesis ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
  3. Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama yang ketersediaannya kurang, atau walaupun ketersediaannya cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.
  4. Pemasangan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis.
  5. Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.
  6. Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak unuk keanekaragaman yang tinggi.

 

BAB III

METODE PERCOBAAN

 

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya yaitu pinset, botol sampel, dan Sweeping net.

 

III.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu alkohol 70 % dan serangga.

 

III.3 Metode Kerja

            Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

  1. Cara pengambilan sampel :
  2. Memilih lokasi pada padang rumput yang ada di sekitar kampus, kemudian melakukan penangkapan serangga dengan menggunakan sweeping net.
  3. mengayungkan ke kiri dan ke kekanan sweeping net di permukaan padang rumput, setiap melangkah 1 kali ayunkan, dilakukan 20 kali ayunan (20 langkah) kedepan lalu berbalik dan kembali sweeping net diayunkan sebanyak210 kali (10 langkah).
  4. Menggulung sweeping net agar serangga tidak lepas, kemudian memasukkan serangga kedalam botol sampel, kemudian menaruh tissue yang telah dibasahi dengan alkohol 70% ke dalam botol sampel yang berfungsi untuk membunuh sampel yang telah diperoleh.
  5. Melakukan penjaringan serangga dengan Sweeping net sebanyak 2 kali pada lokasi yang berbeda di padang rumput.

B.  Cara kerja di laboratorium :

  1. Mengambil sampel dan menuangkannya ke dalam wadah dan mengambil secara acak satu persatu serangga dengan pinset.
  2. Mengamati serangga no.1, kemudian pada lembar kerja berilah tanda + , kemudian mengambil serangga no.2 dan meletakkannya berdampingan dengan serangga no.1 dan mengamatinya. Jika serangga no.2 berbeda dengan no.1 beri tanda + pada lembar kerja, tetapi apabila sama, maka beri tanda 0  pada lembar kerja.
  3. Memasukkan kembali serangga no.1kedalam botol yang lain, kemudian melanjutkan pengamatan dengan mengambil sampel no.3, lakukan seperti point ke-2 sampai semua sampel teramati.
  4. Perhatikan bahwa setiap serangga yang diambil hanya dibandingkan dengan hewan sebelumnya.
  5. Setelah selesai pengamatan sampel, melakukan perhitungan indeks keanekaragaman atau indeks diversitas (LD) Kennedy :

INDEKS KENNEDY =

  1. Melakukan pengamatan beberapa kali dan diambil harga rata-ratanya.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Azkinin, G., 2011, Keanekaragaman Hayati di Indonesia,http://edukasi-QQQQpustaka.blogspot.com/2011/12/keanekaragaman-hayati-di-indonesia.html,QQQQDiakses pada Rabu26Maret 2014 pukul 23.00 WITA.

 

Lakitan, B., 1994, Ekologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

 

Michael, P. E., 1994, Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan QQQQLaboratorium,Universitas Indonesia, Jakarta.

 

Odum, E., 1993, Dasar-Dasar Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Oka, I. N., 1995, Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di QQQQindonesia, Universitas Gadja MadaPress, Yokyakarta.

 

Umar, M. R., 2014, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Universitas Hasanuddin, QQQQMakassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

IV.1 Hasil

IV.1.1 Tabel Pengamatan

A. Pengamatan lokasi I

     Tabel 1. Lokasi I

 

Urutan spesimen

Jumlah tanda +

+ + + + + + + + 0 0 0 + + + + + + 0 +

n = 19

 

15

 

B. Pengamatan lokasi II

   Tabel 2. Lokasi II

 

Urutan spesimen

Jumlah tanda +

+ + + 0 + 0 + 0 0 + + + + 0 + 0

n = 16

10

 

Keterangan :

+ = jenis beda

0 = jenis sama

Nb : Parameter keanekaragaman

< 0,5                = Keanekaragaman rendah

0,5 – 0,7          = Keanekaragaman sedang

0,7 – 1             = Keanekaragaman tinggi

 

 

IV.1.2 Analisis Data

  1. Lokasi 1

IDK = = = 0,78 (keanekaragaman tinggi)

  1. Lokasi 2

IDK = = = 0,62 (keanekaragaman sedang)

 

IV.2 Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan analisis terhadap serangga dalam sebuah ekositem padang rumput pada dua lokasi yang berbeda untuk mengetahui tingkat keanekaragaman serangga tersebut.Untuk mengetahui apakah serangga yang kita peroleh termasuk golongan tingkat keanekaragaman tinggi, sedang atau rendah, maka kita perlu menggunakan indeks Kennedy.

Pada percobaan ini dilakukan penangkapan serangga dengan menggunakan sweeping net dengan cara mengayunkan sweeping net sebanyak 2 kali ayunan dalam sekali langkah (10 langkah) kemudian berbalik dan mengayunkannya lagi sebanyak 2 kali di setiap langkah (10 langkah). Penangkapan ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda yang telah ditentukan.

Dari hasil penangkapan dengan menggunakan sweeping net pada lokasi I diperoleh serangga atau spesimen sebanyak 19, dengan jumlah + sebanyak 15, maka berdasarkan perhitungan Indeks Kennedy didapatkan hasil 0,78. Sedangkan Dari hasil pengkapan dengan menggunakan sweeping net pada lokasi II diperoleh serangga atau spesimen sebanyak 16, dengan jumlah + hanya 10, pada perhitungan Indeks Kennedy diperoleh hasil 0,62. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui

bahwa tingkat keanekaragaman serangga pada lokasi I tinggi, ini dikarenakan hasil perhitungan dari Indeks Kennedy menunjukkan nilai diatas 0,7 yang berarti keanekaragaman pada daerah tersebut tinggi, sedangkan pada lokasi II tingkat keanekaragamnnya sedang karena hasil yang dipereoleh berada di interval 0,5 – 0,7.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat simpulkan bahwa lingkungan tempat pengambilan sampel tersebut sudah cukup stabil, artinya lingkungan tempat pengambilan sampel belum terpengaruh oleh hal-hal yang bisa membuat populasi serangga di tempat itu berkurang, pencemaran yang terjadi di danau Unhas belum memberi pengaruh yang cukup berarti pada serangga yang berada disekitar danau. Walaupun tingkat keanekaragaman pada lokasi I dan lokasi II berbeda. Keanekaragaman organisme di suatu tempat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor udara, tanah, organisme, dan beberapa faktor stabilitas, yaitu ketinggian, lintang, letak, dan pH. Jumlah spesies dalam komunitas penting dari segi ekologi karena keanekaragaman spesies akan bertambah bila habitat stabil atau sesuai dengan komunitas yang hidup pada habitat tersebut.

Dengan keadaan lingkungan yang relatif stabil, serangga masih dapat menambah atau memperbesar jumlah populasinya serta memperbanyak variasi individunya. Tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti populasi dari serangga akan berkurang begitu pula dengan keanekaragamannya karena dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya pencemaran lingkungan, aktivitas manusia yang dapat mempersempit habitat serangga tersebut serta makanan yang tersedia mulai berkurang sehinnga tingkat kompetisi antara serangga menjadi tinggi sehingga serangga banyak yang melakukan emigrasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ditemukan bahwa indeks keanekaragaman serangga di padang rumput tepatnya di sekitar danau, dikategorikan tinggi karena diakibatkan oleh faktor lingkungan dan serangga mampu beradaptasi karena pada lokasi pengamatan memiliki padang rumput yang subur dan cukup lebat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

V.1 Kesimpulan

            Dari hasil pengambilan sampel dan pengujian dengan menggunakan Indeks Kennedy, dapat disimpulkan bahwa :

  1. Dari hasil pengambilan sampel pada dua lokasi yang berbeda diperoleh Indeks Kennedy pada lokasi I sebesar 0,78 yang menunjukkan tingkat keanekaragaman yang tinggi dan pada lokasi II diperoleh Indeks Keneddy sebesar 0,62 yang menunjukkan tingkat keanekaragaman yang sedang.
  2. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah secara acak pada 2 lokasi yang berbeda yang kemudian dianalisis dengan Indeks Kennedy yang dapat menunjukkan parameter tingkat keanekaragaman serangga pada suatu lokasi.

V.2 Saran

            Sebaiknya jumlah alat (sweeping net) yang disediakan untuk percobaan ini ditambah, agar praktikum dapat berjalan dengan efisien. Selain itu diharapkan agar metode perhitungan dalam menganalisis data ditambah.

 

HUKUM MENDEL DAN INTERAKSI GEN

  • PEWARISAN SIFAT

Prinsip tentang gen dan pewarisan sifat modern pertama kali dikemukakan oleh Gregor Mendel. Mendel mempelajari 7 jenis sifat yang diturunkan pada tanaman buncis dan menemukan teoripersilangan untuk gen-gen yang independen. Teori tersebut menyatakan bahwa gen dari anak merupakan perpaduan (persilangan) dari gen-gen yang dari kedua orang tuanya.

Pewarisan sifat dan kombinasi antar gen, tak jarang menghasilkan gen yang kurang diinginkan, seperti gen hemofilia dan albinism. Gen yang kurang diinginkan tersebut dapat dihindari dengan mempelajari pohon keluarga yang merepresentasikan pewarisan sifat antar generasi.

Penurunan sifat dapat terjadi melalui perkawinan antara dua individu sejenis. Perkawinan antara dua individu sejenis yang mempunyai sifat beda disebut persilangan. Sifat beda ditentukan oleh gen di dalam kromosom yang di turunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

Sifat yang dimiliki orang tua diwariskan kepada anaknya melalui gen. Gen terdapat di dlalam kromosom yang ada didalam inti sel. Kromosom ada 2 jenis, yaitu autosom (dikode dengan huruf A) dan gonosom yang disebut juga kromosom seks, yaitu kromosom yang menentukan jenis kelamin (dikodekan dengan huruf XX untuk wanita, dan XY untuk pria).

Kromosom sel tubuh (somatis) manusia bersifat diploid dengan jumlah kromosom 46 (23 pasang). Pada pria adalah 44 A + XY, sedangkan pada wanita 44A + XX, atau 22 aa + XX. Kromosom pada sel kelamin (gamet) bersifat haploid (n). Kromosom pada sel spermatozoa adalah 22a + X dan 22a + Y. Kromosom pada ovum (sel telur) adalah 22a + X.

Sifat ada yang diwariskan melalui kromosom autosom dan ada yang melalui gonosom. Baik bersifat dominan maupun resensif.

Gen yang bertempat pada kromosom seks disebut gen terpaut seks. Sifat gen yang terpaut dalam seks sifatnya bergabung dengan jenis kelamin tertentu dan diwariskan bersama kromosom seks. Umumnya gen terpaut seks terdapat pada kromosom X, tetapi ada juga yang terpaut pada kromosom Y.

 

 

  • PENYIMPANGAN MENDEL

Penyimpangan semu hukum Mendell merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotif yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendell. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotif yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotif hukum Mendel semula.

Misalnya pada perkawinan antara 2 individu dg 2 sifat beda, ternyata ratio fenotip F2 tidak selalu 9:3:3:1. Tetapi sering dijumpai perbandingan-perbandingan yang berbeda, tetapi merupakan penggabungan angka-angka perbandingan Mendel yang ditulis 9: 3: 3: 1 yaitu :

  1. Gen komplementer                     : 9 : 7             = 9 : ( 3 + 3 + 1 )
  2. Epistasis dan Hipostasis              : 12 : 3 : 1        = ( 9 + 3 ) : 3 : 1
  3. Polimeri                                                   : 15 : 1             = ( 9 + 3 + 3 ) : 1
  4. Kriptomeri                                   : 9 : 3 : 4          = 9 : 3 : ( 3 + 1 )

Macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel

  1. Epistasis-Hipotasis

Epistasis-hipostasis merupakan suatu peristiwa dimana suatu gen dominan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Gen yang menutupi disebut epistasis, dan yang ditutupi disebut hipostasis.

Epistasis dibedakan menjadi 3, yaitu :

  • Epistasis dominan

Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan alelnya. Perbandingan fenotipe pada generasi F2 dengan adanya epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.

 

  • Epistasis Resesif

Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 : 4.

  • Epistasis Dominan dan Resesif

Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.

  • Kriptomeri

Kriptomeri adalah peristiwa suatu faktor dominan yang baru tampak pengaruhnya apabila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelnya. Faktor dominan ini seolah-olah tersembunyi (kriptos).Seperti percobaan Correns pada tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Dalam persilangan tersebut diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman debgan perbandingan ungu: merah: putih = 9: 3: 4.

  • Polimeri

Polimeri adalah peristiwa dengan beberapa sifat beda yang berdiri sendiri memengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Peristiwa Polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle, melalui percobaan persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih. Perbandingan fenotipe pada F2 dalam penyimpangan adalah 15 : 1.

 

  • Gen Koplementer

Komplementer adalah peristiwa dua gen dominan saling memengaruhi atau melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Perbandingan fenotipe pada F2 dalam penyimpangan adalah 9 : 7.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam persilangan terdapat 3 jenis persilangan, yaitu :

1.      Testcross : persilangan antara suatu individu yang tidak diketahui genotipnya dengan induk yang genotipnya homozigot resesif. Tujuan dari persilangan ini adalah untuk menguji heterozigositas suatu persilangan.

2.      Backcross : persilangan antara anakan F1 yang heterozigot dengan induknya yang homozigot dominan, karena disilangkan seperti ini maka kemungkinan anak hasil dari persilangan itu hanya satu macam.

3.      Resiprok : persilangan ulang dengan jenis kelamin yang dipertukarkan.

Penyimpangan karena interaksi alel adalah :

  • Dominasi tidak sempurna (incomplete dominance) : alel dominan tidak dapat menutupi alel resesif sepenuhnya. Akibatnya individu heterozigot bersifat setengah dominan dan setengah resesif. Contoh : tanaman bunga Snapdragon.Hasilnya berupa perbandingan 1 : 2 : 1

 

  • Kodominan : dua alel suatu gen yang menghasilkan produk berbeda dengan alel yang satu tidak dipengaruhi oleh alel yang lain.
  • Alel ganda : adanya tiga atau lebih alel dari suatu gen yang terjadi sebagai akibat dari mutasi. Contoh : warna rambut kelinci. Pertambahan jumlah anggota alel ganda menyebabkan bertambahnya kemunkinan genotip bagi masing-masing fenotip (polimorfisme).
  • Alel letal : alel yang dapat menyebabkan kematian bagi individu yang memilikinya pada saat masih menjadi embrio awal atau beberapa saat setelah kelahiran.

a. Alel letal resesif : alel yang dalam keadaan homozihot resesif dapar menyebabkan kematian. Contoh : albino ( 1 dari 4 keturunan akan mati)

b. Alel letal dominan : alel yag dalam keadaan homozigot dominan dapat menyebabkan kematian. Contoh : ayam jambul (1 dari 4 keturunan akan mati).

TAUTAN DAN PINDAH SILANG

Selain karena adanya interaksi genetic dan alel, penyimpangan dalam hukum mendel juga bisa berasal dari adanya tautan dan pindah silang. Hal ini menyebabkan terjadinya rekombinasi di antara gen-gen pada sepasang kromosom. 

Tautan sendiri dibagi menjadi :

1. Tautan autosomal : gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama tidak dapat bersegregasi  secara bebas dan cenderung diturunkan bersama. Penelitian ini dilakukan oleh Thomas Hunt Morgan dengan menggunakan lalat buah yang dikembang biakkan dan akhirnya menemukan satu variasi baru berupa lalat bermata putih yang Ia sebut sebagai lalat mutan, karena berasal dari alel tipe normal yang mengalami perubahan atau mutasi. 

2.  Tautan kelamin : percobaan pertama Morgan dilanjutkan dengan mengawinkan lalat buah bermata putih jantan dengan lalat buah betina bermata merah. Hasilnya seperti persilangan pada umumnya yaitu 3 : 1, hanya saja perbedaan yang muncul adalah keturunan bermata putih hanya ada pada jantan, dan ternyata warna mata pada lalat adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Sehingga diambil kesimpulan bahwa gen yang membawa mata putih hanya terdapat pada kromosom X. gen tertaut kelamin adalah gen yang terletak pada kromosom kelamin dan sifat yang ditimbulkan gen pada kromosom ini diturunkan bersama dengan jenis kelamin. Gen tertaut ini terbagi 2 menjadi sempurna yang terletak dibagian homolog dan tidak sempurna di bagian yang tidak sempurna.

 

 

LEBAH

TUGAS INDIVIDU

GENETIKA

 

MAKALAH GENETIKA

 

NAMA                          : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                              : H41113341

KELAS                      : GENETIKA B

                        JURUSAN                 : BIOLOGI B

                        FAKULTAS               : MIPA

 

 

 

 

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

KATA PENGANTAR

 

 

 

Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan atas berkat dan rahmat hidayah- Nya lah, saya dapat menyelesaikan makalah genetika ini. Dalam makalah ini dibahas tentang penentuan seks berdasarkan kromosom X Y W Z, pada beberapa makhluk hidup, determinasi hewan maupun tumbuhan. Pada makalah ini juga dibahas tentang kehidupan lebah. Dengan terselesaikannya makalah ini, diharapkan agar dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan masyarakat.

 

 

                                                                    Terima Kasih

 

 

                                                                        Penulis

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Umumnya, setiap organisme dapat dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya. Jenis kelamin ditentukan oleh kromosom. Biasanya, antara individu jantan dan individu betina terdapat salah satu pasangan kromosom yang berbeda. Pasangan kromosom yang menyebabkan perbedaan jenis kelamin tersebut disebut kromosom kelamin atau kromosom seks (gonosom), sedangkan pasangan kromosom lain disebut kromosom tubuh (autosom). Pemisahan kromosom ketika terjadi pembelahan sel umumnya mengikuti pola tertentu sehingga jenis kelamin individu yang akan dihasilkan dari suatu perkawinan dapat diramalkan. Pada manusia dan hewan, umumnya jenis kelamin ditentukan oleh penyebaran kromosom kelamin pada waktu terjadi fertilisasi.

Bicara tentang lebah maka kita akan teringat dengan sarang lebah dan cara mereka bekerja dengan baik dalam kegelapan. Mereka berkomunikasi melalui bau, getaran dan interaksi secara fisik dengan lebah lainnya dan yang lebih penting, lebah dapat mengenali dan bereaksi terhadap pheromones (senyawa kimia yang dikeluarkan oleh lebah). Di alam bebas, sarang lebah memiliki sistem perlindungan yang sangat baik untuk menjaga lebah agar terhindar dari ancaman lingkungan.

 

  1. Rumusan Masalah
  • Penentuan jenis kelamin berdasarkan kromosom
  • Kehidupan dan pembagian tugas pada lebah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

PENENTUAN JENIS KELAMIN BERDASARKAN KROMOSOM

Jenis kelamin setiap spesies makhluk hidup sebenarnya ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi penentuan jenis kelamin di antaranya adalah :

  1. Faktor Lingkungan, baik lingkungan internal sel maupun lingkungan eksternal sel seperti suhu berpengaruh terhadap penentuan jenis kelamin.
  2. Hormon bekerjasama dengan kromosom seks dalam menentukan jenis kelamin, misalnya pada ikan dan katak.
  3. Kromosom seks menentukan jenis kelamin, misalnya manusia berjenis kelamin perempuan memiliki kromosom seks XX, sedangkan laki-laki memiliki kromosom XY.
  4. Ploidi, misalnya pada lebah dan hymenoptera lainnya jenis kelaminnya ditentukan oleh jumlah pasangan kromosom terutama pada sel telurnya. Pada lebah jantan mempunyai kromosom haploid, sedangkan lebah betina (pekerja) mengandung kromosom diploid (2n).

Tipe XY

Drosophyla

• Memiliki 3 ps autosom dan 1 ps seks kromosom

• Tata nama kromosom utk Drosophyla  I = Krom X ; II = Qsubmetasentris ; III = metasentris ; IV = terkecil

• Lalat betina — 3 AAXX  Homogametik

• Lalat jantan — 3 AAXY  Heterogametik

• Apabila terjadi non disjunction selama proses gametogenesis, akan Qmemunculkan individu yang beraneka ragam

 

Contoh :

Betina super (3 AAXXX) –hidupnya tak lama

Betina (3 AAXXY) –fertil

Jantan (3 AAXO) –steril, tahan hidup

Jantan (3 AAOY) –letal

Jantan super (3 AAAXY) –hidupnya tak lama, steril

Interseks (3AAAXX)—triploid autosom, jaringan tubuh campuran tak teratur antara lalat jantan / betina (mozaik), steril Ginandomorph—setengah tubuhnya lalat jantan dan setengah lalat betina dengan batas yang jelas, tidak memiliki formula kromosom.

Kromosom X melekat (3AAXXY)–betina, produksi 2 jenis telur yaitu AXX & AY . Faktor penentu betina adalah kromosom X dan factor penentu jantan adalah kromosom A, ini disebut : Teori Perimbangan Jenis Kelamin.

Indeks Kelamin (IK) = Σ Kromosom X

Σ set A

•IK >1,00 —-betina

•0,50 < IK < 1,00 —-interseks

•IK <0,50 —-jantan

Manusia

Memiliki 22 ps autosom dan 1 ps seks kromosom

•Spermatozoa 22 AX (Ginospermium) dan 22 AY (Androspermium)

•Barr & Bertram(1940), badan kromatin (wanita = seks kromatin positif, laki-qlaki =seks kromatin negatif)

•HipotesaLyon(1962), badan kromatina dalah salah satu kromosom yang mengalami piknosa setelah mitosis & kehilangan aktivitas genetik

•Amniosintesis, dapat mengetahui jenis kelamin janin

Peranan kromosom X

•lalat: menentukan sifat betina dan pemberi kehidupan

•manusia: menentukan sifat betina dan pemberi kehidupan Peranan kromosom Y

•lalat:tidak mempengaruhi jenis kelamin, lebih cenderung sifat fertilitas

•manusia: sangat berpengaruh terhadap jenis kelamin

Tipe XO Insekta (belalang)

•Belalang betina: XX

•Belalang jantan: XO

Tipe ZW kupu, ikan, reptil, aves

•Hewan betina : ZW

•Hewan jantan : ZZ

Tipe ZO –Unggas (ayam, itik)

•Hewan betina : ZO

•Hewan jantan : ZZ

Tipe Haploid –Diploid (Lebah madu)

  • Jantan : haploid (partenogenesis) lebah prajurit
  • Betina : diploid lebah ratu (royal jelly, fertil)
  • lebah pekerja (steril)

Metode penentuan jenis kelamin berdasarkan kromosom seks ada beberapa macam. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut :

Metode

Gonosom Jantan

Gonosom Betina

Contoh Spesies

Metode XY

XX

XY

Manusia, lalat buah, dan hewan pada umumnya

Metode ZW

ZW

ZZ

Burung, kupu-kupu, amfibia, dan beberapa jenis ikan

Metode ZO

ZO / XO

ZZ / XX

Unggas

Metode XO

XX

XO

Spesies dari ordo orthopthera seperti belalang

 

 

 

KEHIDUPAN LEBAH

Lebah merupakan sekelompok besar serangga yang dikenal karena hidupnya berkelompok meskipun sebenarnya tidak semua lebah bersifat demikian. Semua lebah masuk dalam suku atau familia Apidae (ordoHymenoptera: serangga bersayap selaput). Di dunia terdapat kira-kira 20.000 spesies lebah dan dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika.

Sebagai serangga, ia mempunyai tiga pasang kaki dan dua pasang sayap. Lebah membuat sarangnya di atas bukit, di pohon kayu dan pada atap rumah. Sarangnya dibangun dari propolis (perekat dari getah pohon) dan malam yang diproduksi oleh kelenjar-kelelenjar lebah betina yang masih muda terdapat dalam badannya. Lebah memakan nektar bunga dan serbuk sari.

Serangga betina memiliki peran penting dalam kelompok serangga ini. Perilaku dari lebah sangat ditentukan oleh perilaku dari lebah betina. Beberapa lebah betina dari spesies tertentu hidup sendiri (soliter) dan sebagian lainnya dikenal memiliki perilaku sosial. Lebah soliter membangun sendiri sarangnya dan mencari makan untuk keturunnya tanpa bantuan lebah lain dan biasanya mati atau meninggalkan sarang pada saat keturunnya belum menjadi lebah dewasa. Kadang kala beberapa spesies lebah soliter memberi makan dan merawat anaknya tanpa memberikan cadangan makanan bagi anaknya, bentuk hubungan seperti ini dikenal dengan istilah subsosial. Sementara pada tahap lebih tinggi, lebah hidup berkelompok dan saling berbagi tugas sesuai dengan bentuk fisik masing-masing.

Koloni

Dalam suatu kelompok lebah (disebut “koloni”) terdapat tiga “kasta“, yaitu:

  1. lebah ratu, berjenis kelamin betina merupakan induk semua lebah dalam satu koloni dalam satu koloni hanya satu ekor lebah ratu.
  2. lebah betina, dikenal sebagai lebah pekerja jumlah lebah pekerja bisa mencapai puluhan ribu, 30.000 ekor lebah dan yang bibit unggul bisa mencapai sampai 60.000 ekor lebah.
  3. lebah jantan, jumlahnya hanya ratusan ekor lebah.

Setiap kasta lebah mempunyai tugas masing-masing. Lebah ratu hanya satu ekor dalam setiap koloni dan mengawal semua kegiatan lebah betina dan lebah jantan. Komposisi kromosomnyadiploid sehingga dapat menghasilkan keturunan. Badannya lebih besar karena sejak masih dalam bentuk larva ia diberi makan royal jelly yang kaya akan vitamin dan gizi.

Pembagian tugas

Tugas utama ratu lebah adalah bertelur selama hidupya, berjenis kelamin betina, perkawinan ratu lebah ini hanya sekali seumur hidup, perkawinan dilakukan dengan cara terbang tinggi diangkasa pada cuaca cerah dan pejantan yang bisa mengejarnya akan dapat mengawini sang ratu lebah, pejantan yang berbahagia itu tidak lama akan mati karena testisnya lepas dan tertanam pada ovarium ratu lebah. Lebah ratu yang aktif mampu bertelur kira-kira 2.000 butir telur sehari. Makanan ratu merupakan sari madu (royal jelly), harapan hidup lebah ratu ialah tiga tahun.

Tugas lebah pekerja berjenis kelamin betina tugasnya mengumpulkan serbuk sari dan nektar. Madu merupakan produk hasil pengolahan makanan nektar yang dimuntahkan kembali dari dalam tubuhnya dan disimpan dalam sarang lebah untuk makanan cadangan, makanan madu ini juga untuk larva dan pupa. Ada juga lebah betina yang bertugas membersihkan sarang dan merawat telur dan anak-anak lebah. Harapan hidup lebah pekerja ialah tiga bulan atau lebih sedikit makanan utama lebah pekerja ini adalah madu.

Lebah pekerja terbentuk dari telur yang terbuahi dari sperma yang tersimpan dalam ovarium yang jumlahnya mencapai jutaan sperma, jenis kelaminnya sama dengan ratu lebah bedanya lebah pekerja ini dari mulai telur menetes menjadi larva dan setererusnya makanannya madu biasa sedangkan ratu lebah mulai dari telur menetas menjadi larva sampai akhir hayat makanannya sari madu (royal jelly).

Apabila kesuburan reproduksi telur sudah berkurang atau usia ratu sudah tua maka secara naluri lebah pekerja mengadakan regenerasi pembentukan koloni baru dan mencari telur-telur yang terbaik, jika sudah menetas menjadi larva diberi makan sari madu (royal jelly) atau ada yang menyebutnya susu ratu kerena warnanya putih seperti warna susu jumlahnya biasanya lebih dari satu calon ratu, sarangnya paling besar dan paling menonjol lebih panjang dari sarang lebah pekerja, terletak paling bawah sarang.

Lebah pekerja bisa bertelur dan telurnya dapat menetas jika koloni lebah kehilangan ratunya maka secara alami sesuai naluri lebah betina akan bertelur dan yang lahir dari telur lebah pekerja ini semuanya berjenis kelamin jantan karena dari telur yang tak terbuahi, lebah pekerja tidak pernah dikawini oleh lebah jantan.

Lebah jantan bertugas mengawini lebah ratu muda yang masih perawan jika akan membentuk koloni baru dan akan mati setelah kawin. Lebah jantan merupakan lebah dari telur tak terbuahi yang diberi makanan nektar dan madu biasa (bukan “royal jelly”). Jumlah lebah jantan ini jumlahnya hanya ratusan.

Seringkali dalam film-film animasi, jika lebah-lebah diambil madu yang mereka produksi mereka diambil, mereka akan marah. Kemarahan lebah bisa disebabkan karena terganggu dan terkejutnya koloni itu, bisa juga karena sifat agresif kelompok lebah itu. Untuk budidaya peternakan lebah madu dipilih dari koloni yang jinak dan tidak agresif. Madu dari hasil peternakan lebah ini biasanya untuk komersil bisa juga untuk kebutuhan sendiri. Terdapat pula lebah yang hidup menyendiri, tidak dalam kelompok. Jenis lebah yang demikian disebut lebah soliter.

Siklus hidup

Lebah menjalani metamorfosis lengkap (“holometabola”) sehingga terdapat empat tahap bentuk kehidupan:

  1. telur;
  2. larva (bentuk ulat)
  3. pupa (kepompong);
  4. imago (lebah dewasa).

Ratu Lebah

  • Mengonsumsi royal jelly sepanjang hidupnya.
  • Hidup 40 kali lebih lama diban-dingkan lebah pekerja, kira-kira 4 hingga 6 tahun.
  • Tumbuh 40% lebih besar diban-dingkan lebah pekerja.
  • Bertelur (ribuan) setiap hari.
  • Aktif secara seksual
  • Membutuhkan 16 hari untuk berkembang

 

Lebah Pekerja

  • Mengonsumsi royal jelly hanya pada 3 hari pertama dalam fase larva.
  • Hanya hidup untuk beberapa minggu, rata-rata sampai dengan 50 hari.
  • Memiliki tubuh lebih kecil dari ratu lebah.
  • Tidak berproduksi/mandul
    Tidak aktif secara seksual
  • Membutuhkan 21 hari untuk berkembang

 

Lebah di alam berfungsi penting sebagai serangga penyerbuk utama. Kesukaannya akan nektar dan serbuk sari membantu tumbuhan untuk terjadinya penyerbukan silang dan penyebaran serbuk sari. Dalam penyerbukan buatan tanaman tertentu, lebah dipelihara dalam kurungan berisi tumbuhan yang akan disilangkan.

Madu yang dihasilkan lebah disukai oleh banyak hewan, khususnya beruang.

Manusia juga memanfaatkan madu sebagai makanan serta obat. Pemeliharaan lebah untuk diambil madunya telah dilakukan manusia sejak lama. Ilmu tentang lebah dan pemeliharaannya dikenal sebagai apiari. Usaha peternakan lebah juga disebut dengan nama tersebut.

Beberapa jenis lebah memiliki sengat yang sebetulnya bersifat fatal bagi dirinya jika digunakan untuk menyengat yang berakibat kematiannya karena sengat dan kantong kelenjarnya akan terlepas dan tertancap pada sasaran. Sengat ini dimanfaatkan manusia dalam pengobatan serupa akupunktur yang dinamakan terapi lebah (apitherapy).

Peternakan lebah modern bisa menghasilkan racun lebah yang keluar dari sengat lebah pekerja tanpa akibat matinya lebah, caranya dengan memasang jebakan dipintu masuk sarang lebah yaitu dipasang arus listrik yang cukup untuk membuat terkejut lebah, dari terkejutnya lebah itu secara tak disadari racun lebah keluar dari sengatnya dan hasilnya ditampung untuk ramuan obat-obatan. Di beberapa tempat di Indonesia larva dan pupa lebah dijadikan makanan (misalnya sebagai botok lebah).

 

 

BAB III

PENUTUP

 

III.1 Kesimpulan

  • Setiap organisme dapat dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya. Jenis kelamin ditentukan oleh kromosom. Biasanya, antara individu jantan dan individu betina terdapat salah satu pasangan kromosom yang berbeda. Pasangan kromosom yang menyebabkan perbedaan jenis kelamin tersebut disebut kromosom kelamin atau kromosom seks (gonosom), sedangkan pasangan kromosom lain disebut kromosom tubuh (autosom). Pemisahan kromosom ketika terjadi pembelahan sel umumnya mengikuti pola tertentu sehingga jenis kelamin individu yang akan dihasilkan dari suatu perkawinan dapat diramalkan. Pada manusia dan hewan, umumnya jenis kelamin ditentukan oleh penyebaran kromosom kelamin pada waktu terjadi fertilisasi.
  • Dalam suatu kelompok lebah (disebut “koloni”) terdapat tiga “kasta“, yaitu:
  1. Lebah ratu, berjenis kelamin betina merupakan induk semua lebah dalam satu koloni dalam satu koloni hanya satu ekor lebah ratu.
  2. Lebah betina, dikenal sebagai lebah pekerja jumlah lebah pekerja bisa mencapai puluhan ribu, 30.000 ekor lebah dan yang bibit unggul bisa mencapai sampai 60.000 ekor lebah.
  3. Lebah jantan jumlahnya hanya ratusan.