LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI PANGAN DETEKSI MIKROBA PANGAN PADA TAPE SINGKONG

LAPORAN PRAKTIKUM
MIKROBIOLOGI PANGAN

DETEKSI MIKROBA PANGAN PADA POTENG (TAPE SINGKONG)

DISUSUN OLEH :

NAMA : ASTRID SAFIRA IDHAM
NIM : H411 13 341
KELOMPOK : 4 (EMPAT)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Perkembangan bahan pangan dan makanan semakin beragam dan meningkat. Hampir semua bahan pangan tercemar oleh berbagai mikroorganisme dari lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah  Salmonella, Staphylococcus, Escherichia coli,  kapang, khamir serta mikroba patogen lainnya. Kandungan mikroba mempunyai batasan tertentu dalam bahan pangan yang berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan. Kondisi lingkungan juga mempengaruhi mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari yang semestinya (Siagian, 2002).
Berbagai bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik bagi manusia. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, tbc, poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan gangguan saluran pencernaan akibat keracunan bahan pangan yang Universitas Sumatera Utara disebabkan oleh mikroorganisme patogenik yang termakan bersama bahan pangan yang tercemar (Siagian, 2002).
Pengujian tentang mutu suatu bahan pangan sangat penting sehingga dibutuhkan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi, dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi  diantaranya meliputi uji kualitatif untuk menetukan mutu  dan daya tahan suatu makanan, uji kuantitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993).
Berdasarkan uraian  tersebut maka perlu dilakukan praktikum untuk mendeteksi mikroba pada makanan.

I.2 Tujuan Praktikum
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan melalui perhitungan ALT, MPN dan mendeteksi bakteri Coliform, Salmonella sp. dan Vibrio sp. serta  menghitung total jumlah jamur atau kapang.
I.3 Waktu dan Tempat Praktikum
Percobaan ini dilakukan pada hari Rabu, 11 Mei 2016, pukul 14:00-17:00 WITA, di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian sel tubuh yang rusak. Oleh karena itu pangan atau makanan sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber zat gizi dan juga sumber energi.  Namun pangan juga dapat berubah menjadi sarana pembawa penyakit serta gangguan kesehatan bagi manusia karena pangan dapat terkontaminasi oleh cemaran fisik, kimia maupun mikroba. Beberapa jenis mikroba yang terdapat pada bahan pangan adalah Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, kapang, khamir serta mikroba patogen lainnya (Buckle, 1987).
Bahan pangan merupakan bagian penting bagi kehidupan manusia seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Pada bahan pangan juga terdapat zat yang ditambahkan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja yang dapat mempengaruhi kualitas makanan tersebut.  Penambahan tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia bila digunakan pada bahan pangan, misalnyan apabila bahan makanan ditambahkan zat aditif yang bersifat sintetis. Racun dalam makanan ternyata bisa membahayakan orang yang memakannya apabila higienis dan sanitasinya dalam mengolah bahan makanan tersebut tidak cermat. Namun, bisa juga sebagai media perantara bagi vektor, mikroorganisme dan berbagi jenis bahan kimia, keracunan bahan makanan ini oleh bahan kimia erat kaitannya dengan proses produksi dan distribusinya (Buckle, 1987).  
Dalam proses produksi sering terjadi kelalaian bahkan kesengajaan dalam menggunakan bahan kimia sebagai zat tambahan dalam makanan seperti zat pewarna, zat pengawet dan sebagainya. Selain oleh bahan kimia pencemaran makanan bisa juga disebabkan oleh faktor biologis seperti, akibat pengolahan yang kurang bersih hal ini menjadikan makanan tersebut menjadi mediator masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh (Buckle, 1987).  
Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan. Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan), terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen yang masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara termasuk di Indonesia. Diberbagai negara seringkali diberitakan terjadinya keracunan pangan akibat mengkonsumsi hidangan pesta, makanan jajanan, makanan catering, bahkan pangan segar (BPOM, 2009).
Terdapat tiga faktor kunci yang umumnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan akibat bakteri, yaitu kontaminasi bakteri patogen harus ada dalam pangan; pertumbuhan dalam beberapa kasus, bakteri patogen harus memiliki kesempatan untuk berkembang biak dalam pangan untuk menghasilkan toksin atau dosis infeksi yang cukup untuk menimbulkan penyakit; daya hidup (survival) jika berada pada kadar yang membahayakan, bakteri patogen harus dapat bertahan hidup dalam pangan selama penyimpanan dan pengolahannya.  Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme, yaitu intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin Jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya (BPOM, 2009).
Beberapa makanan bisa dinyatakan ìamanî untuk dikonsumsi, jika makanan-makanan tersebut diproses dengan proses dekontaminasi yang terkontrol dengan baik seperti pasteurisasi dan sterilisasi, seperti susu sterilisasi atau pasteurisasi, es krim dan makanan-makanan kaleng. Proses dekontimasi air kemasan dilakukan dengan klorinasi dan filtrasi. Makanan lain seperti roti, tepung, jam, madu, pikel, manisan buah termasuk makanan yang dinyatakan ìamanî karena kompisisi dan proses pengolahan makanan tersebut menyebabkan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sifat makanan dan bahan pangan, seperti pH kurang dari 4,5, kadar air rendah (aw<0.86) atau kadar gula atau kadar garam  yang tinggi (Siagian, 2002).
Sifat-sifat ini biasa digunakan dalam pengawetan makanan. Dewasa inni masyarakat lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan atau bahan pangan segar daripada makanan atau bahan pangan yang sudah diawetkan. Hal ini memberi kesempatan mikroorganisme untuk mengkontaminasi gangguan  saluran pencernaan jika bahan pangan segar tersebut tidak ditangani dengan baik.  Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk  mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan ingredien, pekerja pada  pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan (Siagian, 2002).
Menurut (Siagian, 2002), bahan pangan yang mudah terkontaminasi adalah sebagai berikut :
Daging
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri
penyebab infeksi dan intoksikasi. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Banyak hewan-hewan yang disembelih membawa mikroorganisme seperti Salmonella dan Campylobacter, selain mikrooranisme yang secara alami terdapat pada saluran pencernaan seperti Clostridium perfringens, Escherichia coli, Yersinia entercolitica dan Listeria monocytogenes.
Proses pemotongan unggas secara kontinyu, meningkatkan penularan mikroorganisme dari karkas yang satu ke yang lainnya. Demikian juga penggilingan daging dalam pembuatan daging cincang dapat menyebarkan mikroorganisme, sehingga daging cincang merupakan produk daging yang beresiko tinggi.
Telur
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi isi telur pada waktu telur dipecahkan. Di negara-negara Eropa terjadi peningkatan gangguan pencernaan karena infeksi oleh S. enteritidis yang berasal dari telur yang telah terinfeksi. Departemen kesehatan Inggris memberikan peringatan terhadap penggunaan telur mentah pada makanan yang tidak mengalami pengolahan lebih lanjut.
Produk-produk Susu
Susu yang telah mengalami pengolahan yang benar, misalnya pasteurisasi
dan sterilisasi, merupakan produk yang aman. Akan tetapi susu segar yang diperoleh dari hewan sehat bisa terkontaminasi dari hewan yang menyusui atau dari peralatan dan lingkungan pemerahan susu. Di Inggris telah dilaporkan keracunan makanan (Salmonellosis) karena mengkonsumsi susu sapi segar. Gangguan pencernaan juga kadang-kadang terjadi akrena prises pemanasan susu tidak cukup. Produk-produk susu yang disiapkan dari susu yang tidak mengalami proses pemanasan merupakan produk yang potensial mengandung Staphylococus auerus, Bacillus cereus, Yersenia enterocolitia monocytogenes.
Pengasaman susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau menghambat mikroorganisme patogen enterik, tetapi beberapa mikroorganisme masih bisa tahan. Walaupun susu telah mengalami pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama penanganan produk atau karena penambahan ingridien yang tidak mengalami perlakuan dekontaminasi. Adanya L. monocytogenes pada keju yang dimatangkan diduga karena rekontaminasi selama proses pembuatan dan penanganan keju.
d. Ikan dan Kerang-kerangan
Ikan dan kerang-kerangan dapat terkontaminasi dari lingkungan hidup ikan tersebut atau dari lingkungan pengolahan. Jika ikan tersebut diperoleh dari laut yang telah terkena polusi limbah, ikan tersebut kemungkinan terkontaminasi bakteri patogen. Vibrio parahaemolyticus adalah kontaminan yang umum terdapat pada ikan dan makanan laut lainnya terutama dari perairan Asia Timur. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kuramg baik dapat menyebabkan terjadinya rekontaminasi. Dalam kerang-kerangan telah ditemukan mikroorganisme patogen seperti Salmonella, E. coli, V. parahemolyticus, clostridia dan virus. Bakteri dapat dihilanhkan dengan cara ini kurang efektif untuk virus.
Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, sebenarnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh bakteri coliform adalah, Esherichia coli dan Entereobacter aerogenes. Jadi, coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya, kualitas air semakin baik (Fardiaz, 1993).
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting kualitas air minum. Kelompok bakteri coliform terdiri atas Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Citrobacter fruendii, dan bakteri lainnya. Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit tertentu secara langsung, keberadaannya di dalam air minum menunjukkan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, air minum harus bebas dari semua jenis coliform. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen-yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas-adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, deman, kram perut, dan muntah-muntah (BPOM, 2009).
Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis (BPOM, 2009).
Media spesifik untuk Salmonella mengandung komponen seperti pepton atau protein hidrolisat, ekstrak daging sapi atau ekstrak khamir, dan agar yang ditambahkan dengan tujuan untuk mempertahankan daya isotoniknya maupun sebagai buffer. Media selektif untuk yang umum digunakan untuk Salmonella adalah SSA (Salmonella Shigella Agar). Pada media SSA Salmonella tidak berwarna atau berwarna coklat muda, merah muda atau kekuningan dan transparan, mungkin bagian tengahnya berwarna hitam (Dwyana, 2013).
Vibrio
Bakteri Vibrio sp adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi. Bakteri Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 – 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 – 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0. Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi bakteri, klas Schizomicetes, ordo Eubacteriales, Famili Vibrionaceae. Bakteri ini bersifat gram negatif, fakultatif anaerob, fermentatif, bentuk sel batang yang melengkung dengan ukuran panjang antara 2-3 µm, menghasilkan katalase dan oksidase dan Buckleerak dengan satu flagella pada ujung sel (BPOM, 2009).
V cholerae dan kebanyakan vibrio lain tumbuh dengan baik pada suhu 370 C pada berbagai jenis media,  termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. V cholerae tumbuh dengan baik pada agar thiosulfate-citrate-bile-sukrose (TCBS), yang menghasilkan koloni berwarna kuning. Vibrio adalah oksidase positif, yang membedakan mereka dari bakteri enterik gram negatif yang tumbuh pada agar darah. Ciri yang khas, vibrio tumbuh pada ph yang sangat tinggi ( 8,5-9,5 ) dan sangat cepat mati oleh asam. Karenanya pembiakkan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan cepat mati. Di wilayah dimana kolera menjadi endemik, mengkultur langsung tinja pada media selektif seperti TCBS, dan media yang diperkaya seperti air peptone alkalin adalah sesuai. Namun kultur rutin pada media spesial seperti TCBS umumnya tidak diperlukan pada wilayah dimana kolera jarang terjadi (Siagian, 2002).
Berbagai macam uji mokrobiologis dapat dilakukan terhadap bahan pangan,  meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menenetukan tingkat keamanan dan uji indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan terhadap tiap bahan pangan tidak sama tergantung berbagai faktor, seperti jenis dan komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan serta komsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor yang lainnya (Dirjen POM., 1979).
Metode MPN biasanya biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair, meskipun dapat pula digunakan untuk contoh berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari contoh tersebut (Fardiaz, 1993).
Metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungannya dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham) yang diletakkan pada posisi yang terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentuk gas (Siagian, 2002).
Dalam metode MPN, pengenceran harus dilakukan lebih tinggi daripada pengenceran dalam hitungan cawan, sehingga beberapa tabung yang berisi medium cair yang diinokulasikan dengan larutan hasil pengenceran tersebut mengandung satu sel, beberapa tabung yang lainnya mengandung lebih dari satu sel atau tabung lainnya tidak mengandung sel. Dengan demikian setelah inkubasi, diharapkan terjadi pertumbuhan pada beberapa tabung yang dinyatakan sebagai tabung positif, sedangkan tabung lainnya negative (Siagian, 2002).
Standar plate Count (Angka Lempeng Total) adalah menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total bakteri tergantung atas formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan masing-masing bakteri yang dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal (Siagian, 2002).
Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sampel yang diuji. Uji positif akan menghasilkan angka indeks. Angka ini disesuaikan dengan tabel MPN untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel. (Siagian, 2002)
Tabel seleksi bakteri (Siagian, 2002)

Mikroba yang terkandung dalam makanan bisa menyebabkan terjadinya kerusakan mikrobiologis pada makanan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu bahan makanan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, perlu dilakukan pengujian mikroba yang terkandung dalam makanan tersebut, salah satu cara tersebut adalah dengan analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan (Buckle 1987). Cara ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah jasad  renik di dalam suatu suspensi atau bahan. Cara-cara tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu; Perhitungan jumlah sel, hitungan mikroskopis, hitungan cawan, MPN (Most Probable Number), perhitungan massa sel secara langsung, volumetric, gravimetric, kekeruhan (turbidimeter), perhitungan massa sel secara tak langsung, analisis komponen sel (protein, DNA, ATP), analisis produk katabolisme (metabolit primer, metabolit sekunder, panas), analisis konsumsi nutrien (karbon, nitrogen, oksigen, asam amino, mineral) (Waluyo 2007).
Ada beberapa parameter yang tidak termasuk dalam persyaratan diatas, seperti identifikasi Pseudomonas aeruginosa dalam air minum tetapi sering juga menjadi syarat tambahan yang diinginkan oleh produsen air minum untuk diuji.
Pengujian mikrobiologi untuk makanan tidak dilakukan untuk semua parameter uji diatas  tetapi akan mengacu pada persyaratan dari tiap produk tersebut misalnya persyaratan Naget ayam ( SNI 01-6683-2002) meliputi :
1. Angka Lempeng Total
2. MPN Coliform
3. MPN E.coli
4. Identifikasi Salmonella
5. Angka Staphylococcus aureus

BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah enkas, bunsen, timbangan digital, erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, mortar, pastel, tabung durham, rak tabung, inkubator, oven, handsprayer, spoit dan  korek api.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sampel makanan poteng (tape singkong), label, spiritus, kapas, aquades steril, alkohol, Laktosa broth, Pepton Water, media SSA, media SCB, media TCBSA, dan media PDA.
III. 2 Prosedur Kerja
III.2.1 Pengenceran Sampel
Sebelum digunakan sampel terlebih dahulu dihaluskan dengan mortar dan pastel, lalu ditimbang sebanyak 5 gr dan dimasukkan kedalam 45 ml aquadest, dianggap sebagai pengenceran 10-1
Diambil sampel poteng (tape singkong) sebanyak 1 ml dimasukan kedalam Erlenmeyer yang beisi aquades steril sebanyak 9 ml kemudian dihomogenkan dan dianggap sebagai pengenceran 10-2
Diambil 1 ml dari pengenceran 10-2 dan dimasukan kedalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril kemudian dihomogenkan dan dianggap sebagai pengenceran 10-3
Dilakukan pengenceran yang sama dari tabung reaksi 10-3 dimasukan ke tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril 10-2, sampai ke tabung reaksi 10-6.
III.2.2 Perhitungan jumlah bakteri koliform dengan metode Most Probable Number (MPN)
Disiapkan 9 tabung reaksi yang didalamnya beisi medium Lactose broth sebanyak 9 ml dan tabung durham.
Kemudian 3 tabung Lactose broth yang petama diisi dengan larutan pengencer 10-1 diambil sebanyak 1 ml, 3 tabung reaksi berikutnya diisi dengan larutan pengencer 10-2, kemudian 3 tabung terakhir diisi dengan  larutan pengencer 10-3.
Kemudian 9 tabung reaksi diinkubasi pada suhu 370 C selama 1×24 jam.
Setelah diinkubasi kemudian dihitung jumlah tabung positif yang ditandai dengan adanya gelembung pada tabung durham dan perubahan warna pada medium, dari warna hijau menjadi kuning.
Dilakukan perhitungan menggunakan metode MPN dengan acuan table MPN.

III.2.3 Penentuan angka lempeng total dengan metode Standar Plate Count (SPC)
Disiapkan 3 cawan petri steril
Diambil 1 ml sampel dari tiga tabung pengenceran terakhir, cawan  petri 1 diisi dengan 10-3, cawan petri 2 diisi dengan 10-4 dan cawan petri 3 diisi dengan 10-5
Ditambahkan media Nutrien Agar secukupnya pada setiap cawan petri dan dicampurkan serata mungkin, supaya sampel menyebar.
Kemudian 3 cawan petri diinkubasi pada suhu 37 c selama 1×24 jam.
Setelah ke 3 cawan petri diinkubasi, dilakukan perhitungan jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada setiap cawan petri dengan menggunakan acuan syarat SPC.
Kemudian dihitung jumlah koloni sel/ml dengan menggunakan rumus SPC.
III.2.4 Deteksi bakteri Salmonella Sp. pada sampel makanan
Disiapkan 1 cawan petri dan 1 tabung reaksi
Diambil 1 ml dari pengeceran 10-1 sebanyak 1 ml dan dimasukan kedalam cawan petri steril serta ditambahkan media SSA, kemudian diratakan agar sempel menyebar.
Diambil 1 ml dari pengeceran 10-1 sebanyak 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berisi media SCB dan dihomogenkan.
Kemudian cawan petri dan tabung reaksi diinkubasi selama 1X24 jam dengan suhu 37 C.
Selanjutnya dilakukan pengamatan pada cawan petri dan tabung reaksi yang terindikasi terdapat bakteri Salmonella.
III.2.5 Deteksi bakteri Vibrio Sp.  pada sampel makanan
Disiapkan 1 cawan petri dan 1 tabung reaksi
Diambil 1 ml dari pengeceran 10-1 sebanyak 1 ml dan dimasukan kedalam cawan petri setril serta ditambahkan media TCBSA, kemudian diratakan agar sempel menyebar.
Diambil 1 ml dari pengeceran 10-1 sebanyak 1 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi yang berisi media Pepton Water dan dihomogenkan.
Kemudian cawan petri dan tabung reaksi diinkubasi selama 1X24 jam dengan suhu 37 C.
Selanjutnya dilakukan pengamatan pada cawan petri dan tabung reaksi yang terindikasi terdapat bakteri Vibrio sp.
III.2.6 Deteksi  jamur atau kapang pada sampel makanan
Disiapkan 3 cawan petri steril
Diambil 1 ml sampel dari tiga tabung pengenceran terakhir, cawan  petri 1 diisi dengan 10-3, cawan petri 2 diisi dengan 10-4 dan cawan petri 3 diisi dengan 10-5
Ditambahkan media Potato Dextrose Agar (PDA) secukupnya pada setiap cawan petri dan dicampurkan serata mungkin, supaya sampel menyebar.
Kemudian 3 cawan petri diinkubasi pada suhu 37 c selama 1×24 jam.
Setelah ke 3 cawan petri diinkubasi, dilakukan perhitungan jumlah koloni kapang yang tumbuh pada setiap cawan petri.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Pertumbuhan mikroba Medium Plate Count Agar (PCA)             
 

Tabel Pengamatan Plate Count Agar :

IV.1.2 Pertumbuhan mikroba pada Medium Potato Dextrose Agar (PDA)  
 

Tabel Pengamatan Pertumbuhan jamur pada medium PDA :

IV.1.3 Pertumbuhan mikroba pada Medium Salmonella Shigella (SS) Agar                                           
                  10-1 (1 x 24 jam)                

IV.1.4 Pertumbuhan mikroba pada Medium Thiosulfat Citrate Bile Salt Sucrose Agar (TCBSA)

             
                   10-1 (1 x 24 jam)                
IV.1.5 Pertumbuhan mikroba pada Medium Lactosa Broth (LB)
  

IV.1.6 Pertumbuhan mikroba pada Medium Enrichment

IV.2 Pembahasan 
IV.2.2 Pertumbuhan mikroba pada Medium Plate Count Agar (PCA)             selama  1x 24 jam
Pertumbuhan jumlah mikroba pada medium Plate Count Agar  (PCA) dapat diketahui dengan menghitung angka lempeng total suatu mikroba. Angka lempeng total adalah angka yang menunjukkan jumlah bakteri mesofil dalam tiap 1 mL dari sampel  Poteng (tape singkong) yang diperiksa pada tingkat pengenceran 10-3,10-4, 10-5. Prinsip dari ALT adalah menghitung pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah sampel makanan ditumbuhkan  denganmenggunakan metode  tuang kemudian di inkubasi selama 1 x 24 jam.
Pada hasil pengamatan setelah diinkubasi diperoleh jumlah sel mikroba pada pengenceran  10-3 adalah 6.439, pengenceran 10-4 adalah 4.292 dan tingkat pengenceran 10-5 adalah 420. Dari hasil perhitungan tersebut, berdasarkan standar yang digunakan dalam Standar Plate Count yaitu jika semua hasil pengenceran lebih dari 300 maka koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dibuat terlalu rendah. Oleh karena jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung. Hal tersebut sesuai syarat SPC ketiga, sehingga hasilnya adalah sebagai berikut :
Jumlah sel = v x n x
Keterangan, v = Jumlah sampel yang ditumbuhkan
n = Jumlah koloni dalam cawan
f = Faktor pengenceran
= v x n x
= 1 x 420  x
=  420 x 10-5
= 4,2 x 107
Dari hasil perhitungan nilai Angka Lempeng Total didapatkan 4,2 x 107 pertumbuhan bakteri pada Poteng (tape singkong).
IV.2.2 Pertumbuhan mikroba pada Medium Potato Dextrose Agar (PDA)
Pertumbuhan jamur atau kapang pada medium PDA setelah di inkubasi 1 x 24 jam yaitu, diperoleh pertumbuhan jamur pada semua tingkat pengenceran yaitu 10-3, 10-4, 10-5 menggunakan metode hitung cawan. Pada pengenceran 10-3, 10-4 pertumbuhan jamur TBUD, dan Pada pengenceran 10-5 di dapatkan pertumbuhan jamur 32. Perhitungan cawan tersebut berdasarkan standar yang digunakan dalam Standar Plate Count memenuhi syarat ke 3 yaitu pengenceran tertinggi yang dihitung yaitu 32. Jadi, mikroorganisme/mL sampel adalah sebagai berikut :
Jumlah sel = v x n x
Keterangan, v = Jumlah sampel yang ditumbuhkan
n = Jumlah koloni dalam cawan
f = Faktor pengenceran
= v x n x
= 1 x 32 x
= 32 x 10-5
= 3,2 x 10-6
Dari hasil perhitungan nilai SPC didapatkan 3,2 x 10-6  pertumbuhan jamur pada Poteng (tape singkong). Namun, perhitungan ini tidak menunjukkan sel yang sebenarnya, karena kemungkinan terjadinya suatu koloni dari lebih dari satu sel, hal ini dapat memperkecil perhitungan jumlah yang sebenarnya.
IV.2.3  Pertumbuhan mikroba pada Medium SCB dan Salmonella Shigella (SS) Agar  
 
Medium SCB merupakan medium enrichment pada bakteri Salmonella sp. setelah diinkubasi 1 x 24 jam tidak diperoleh adanya pertumbuhan bakteri karena tidak adanya perubahan pada media.
Medium SSA (Salmonella Shigella Agar) merupakan medium selektif untuk pertumbuhan bakteri Salmonella sp. setelah diinkubasi 1 x 24 jam tidak ditemukan adanya bakteri Salmonella sp. karena tidak adanya perubahan pada media. Jika ada pertumbuhan bakteri Salmonella sp. maka media akan mengalami perubahan.
Untuk memastikan tidak adanya Salmonella sp. pada poteng (Tape singkong), maka dilakukan pertumbuhan kembali pada medium selektif yaitu SSA dari medium SCB sebanyak 1 mL kemudian di inkubasi 1 x 24 jam. Setelah di inkubasi tidak ditemukan adanya pertumbuhan. Jadi keberadaan Enterobacteriaceae patogen khususnya Salmonella sp. pada Poteng (tape singkong) tidak ada atau hasilnya negative.

IV.2.4 Pertumbuhan mikroba pada Medium Pepton Water dan Medium Thiosulfat Citrate Bile Salt Sucrose Agar (TCBSA)
Medium Pepton Water merupakan medium enrichment pada bakteri Vibrio sp. setelah diinkubasi 1 x 24 jam di dapatkan pertumbuhan bakteri yang ditandai adanya perubahan pada media yaitu timbulnya kekeruhan.
Media TCBSA merupakan medium selektif pertumbuhan bakteri Vibrio sp. setelah diinkubasi 1 x 24 jam ditemukan adanya bakteri Vibrio cholera  yaitu koloni berwarna kuning sebanyak 78 koloni pada cawan petri dari pengenceran 10-1. Jadi, mikroorganisme/mL sampel adalah sebagai berikut :
Jumlah sel = v x n x
Keterangan, v = Jumlah sampel yang ditumbuhkan
n = Jumlah koloni dalam cawan
f = Faktor pengenceran
= v x n x
= 1 x 78  x
=  78 x 10-1
= 7,8
Dari hasil perhitungan nilai SPC didapatkan 7,8 pertumbuhan bakteri patogen pada Poteng (tape singkong).
Adanya pertumbuhan bakteri pada media enrichment (Pepton Water) maka dilakukan pertumbuhan kembali pada medium selektif yaitu TCBSA untuk memperoleh hasil maksimal yang di inkubasi 1 x 24 jam. Setelah di inkubasi tidak terjadi pertumbuhan, hal ini disebabkan adanya kemungkinan bahwa bakteri tersebut bukan bakteri Vibrio sp. yang tumbuh pada medium Pepton Water sehingga pada medium selektif tidak terjadi pertumbuhan.

IV.2.5 Pertumbuhan mikroba pada Medium Lactosa Broth (LB)
Setelah diinkubasi 1 x 24 jam, didapatkan 2 seri tabung positif ditumbuhi oleh mikroba yaitu Seri A 10-1 dan Seri B 10-2  yang ditandai adanya perubahan warna dari hijau menjadi kuning  dan adanya gas di dalam tabung durham pada tingkat  pengenceran 10-1 dengan tiga seri tabung, pada tingkat pengenceran 10-2 juga terjadi pertumbuhan mikroba dengan tiga seri tabung yang ditandai adanya perubahan dari hijau menjadi hijau kekuning-kuningan dan terdapat gas di dalam tabung durham. Pada  tingkat pengenceran 10-3 tidak terjadi pertumbuhan karena tidak adanya perubahan pada media. Sehingga, didapatkan kombinasi nilai MPN dari setiap tingkat pengenceran  adalah 3, 3, 0, angka kombinasi ini berdasarkan tabel MPN yaitu 240, jadi MPN Count adalah sebagai berikut :
MPN Count = Nilai MPN x 
= 240 x
= 2,4 x 10-4
Perubahan media yang berwarna hijau menjadi kuning  dan terdapatnya gas di dalam tabung durham disebabkan adanya bakteri koliform yaitu kelompok  bakteri Enterobacteriaceae pada Poteng (tape singkong) yang memfermentasi laktosa pada media yang bereaksi dengan BTB (Bromtimol biru) sehingga terjadi perubahan media, dimana kehadiran bakteri ini merupakan suatu indikator pencemaran.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh berdasarkan tujuan praktikum adalah telah dilakukan berbagai uji untuk mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan melalui perhitungan ALT, pada perhitungan ini diperoleh hasil  perhitungan nilai Angka Lempeng Total sebesar 4,2 x 107 pertumbuhan bakteri pada Poteng (tape singkong). MPN, pada metode ini diperoleh hasil 2,4 x 10-4. Kemudian dilakukan deteksi bakteri Coliform, Salmonella sp. dan Vibrio sp. serta  menghitung total jumlah jamur atau kapang. Pada sampel poteng (tape singkong) yang diuji tidak diperoleh adanya bakteri Salmonella dan juga Vibrio. Pada perhitungan jumlah jamur atau kapang diperoleh hasil perhitungan nilai SPC yaitu 3,2 x 10-6  pertumbuhan jamur pada Poteng (tape singkong).
V.2 Saran
Sebaiknya pembagian waktu praktikum dilakukan agar praktikum dapat berjalan dengan efektif, dan juga tidak membuat laboratorium menjadi pengap akibat terlalu banyak praktikan dalam satu kali praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., dkk. 1987, Ilmu Pangan, Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono, UI-Press, Jakarta.
BPOM, 2009, Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen, http://www2.pom.go. id/public/siker/desc/produk/racunbakpatogen.pdf. Diakses pada 15 Mei 2016, pukul 10.00 WITA.
Dirjen POM, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta.

Dwyana, Z., 2013, Deteksi Mikroba Pangan, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.

Fardiaz Srikandi, 1993, Analisis Mikrobiologi Pangan, PT Raja Grafinda Persada, Jakarta.
Siagian, A., 2002, Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya, http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf. Diakses pada 15 Mei 2016, pukul 13.00 WITA.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Universitas Muhamadiyah Malang.  Malang

Leave a comment