MAKALAH
FISIOLOGI HEWAN 1
ANEMIA, ERITROBLASTOSIS FETALIS, HEMOSTATIS DAN KOAGULASI
ARBIANUS SEMBA H411 13 339
REINILDIS REGINA H411 13 340
ASTRID SAFIRA IDHAM H411 13 341
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas bimbingan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah Fisiologi Hewan 1 ini. Makalah ini merupakan tugas kelompok yang akan dipresentasikan.
Makalah ini masih banyak mengandung kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini sehingga mencapaai tujuan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis.
Makassar, Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkaan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus ataubakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yangberasal dari bahasa Yunani, haima yang berarti darah. Dalam sistem peredaran darah juga ditemukan berbagai peristiwa yang terjadi. Seperti anemia, koagulasi, hemostatis dan lain sebagainya.
Permasalahan mengenai gejala-gejala yang terjadi dalam peredaran darah seperti masalah anemia, koagulasi, eritroblastosis fetalis, hemostatis akan di bahas dalam makalah ini yang juga sebagai tugas memenuhi perkuliahan Fisiologi Hewan 1.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini penulis merumuskan berbagai masalah yang akan di bahas antara lain
- Apakah yang diamaksud dengan anemia, hemoststis dan koagulasi?
- Bagaimana kalasifikasi atau pembagian macam-macam anemia?
- Bagaimana dengan macam-macam anemia hemolitik?
- Apa yang dimaksud dengan eritroblastosis fetalis?
- Apa yang dimaksud dengan koagulasi?
- Apa faktor-faktor yang terlibat dalam koagulasi?
I.3 TUJUAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
- Mengetahui anemia, hemoststis dan koagulasi
- Mengetahui macam-macam anemia
- Mengetahui macam-macam anemia hemolitik
- Mengetahui eritroblastosis fetalis
- Menegetahui koagulasi
- Mengetahu faktor-faktor yang terlibat dalam koagulasi
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ANEMIA
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Berikut pengertian anemia yang lainnya diantaranya :
- Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, eleman tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya.
- Anemia definisi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral FE sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.
Anemia secara umum adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah. Anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah lengkap laboratorium.
- Nilai Hb normal (WHO.2008)
- a) Pria : 13.8 – 17.2 gram/dl
- b) Wanita : 12.1 – 15.1 gram/dl
- Nilai Hb anemia (WHO.2008)
- a) Pria : <13.8 – 17.2 gram/dl
- b) Wanita : <12.1 – 15.1 gram/dl
- 2 PENYEBAB ANEMIA
Penyebab umum dari Anemia:
- Kehilangan darah atau perdarahan hebat seperti perdarahan akut (mendadak), kecelakaan, pembedahan, persalinan, pecah pembuluh darah, perdarahan kronik (menahun), perdarahan menstruasiyang sangat banyak, serta hemofilia.
- Berkurangnya pembentukan sel darah merah seperti defesiensi zat besi,defesiensi vitamin B12, defesiensi asam folat,dan penyakit kronik.
- Gangguan produksi sel darah merah seperti ketidaksanggupan sumsum tulang belakang membentuk sel- sel darah.
II.3 MACAM-MACAM ANEMIA
Ada 2 penggolongan Anemia yaitu:
- Berdasarkan Morfologinya
A . Anemia Mikrositik Hipokrom
Anemia mikrositik hipokrom atau anemia defisiensi zat besi adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi. Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil. Penyebab lain defisiensi besi adalah:
- Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja
- Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi.
- Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Anemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.
- Stadium 1. Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
- Stadium 2. Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang
dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.
- Stadium 3.Mulai terjadi Padaawal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
- Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.
- Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Kekurangan zat besi ini memiliki gejala sendiri, yaitu:
- Pika adalah suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji
- Glositis atau iritasi lidah
- Keilosis atau bibir pecah-pecah
- Koilonikia atau kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
- Anemia Makrositik
1). Defeisiensi Vitamin B12
Anemia karena kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12. Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.
Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal (megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal. Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan sitarabin).
Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan anemia pernisiosa. Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus halus yang menuju ke usus besar (ilium). Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu protein yang dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium, menembus dindingnya dan masuk ke dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui tinja.
Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12 tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Tetapi karena hati menyimpan sejumlah besar vitamin B12, maka anemia biasanya tidak akan muncul sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap vitamin B12. Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12 adalah:
- pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin B12
- penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)
- pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap
Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan:
- kesemutan di tangan dan kaki
- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan
- pergerakan yang kaku.
Gejala lainnya adalah:
- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru
- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar
- penurunan berat badan
- warna kulit menjadi lebih gelap
- linglung
- depresi
- penurunan fungsi intelektual.
2). Defisiensi Asam Folat
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang penting sekali untuk metabolisms inti sel. DNA diperlukan untuk mitosis sedangkan RNA digunakan untuk pematangan sel. JadI bila terdapat kekurangan asam folat, banyak sel yang antri untuk memperoleh DNA agar dapat membelah. Tampak eritropoesis meningkat sampai 3 kali normal. 6
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam hati), sedangkan kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50µg. Sumber asam folat dalam makanan ialah hati, ginjal, sayur-mayur hijau dan ragi. Hampir semua susu mempunyai kadar asam folat yang rendah. Susu kambing mempunyai kadar asam folat dan vitamin B12 yang rendah.6
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal dan tidak tergantung pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12. Defisiensi asam folat lebih umum terjadi dibandingkan dengan defisiensi B12 (kobalamin). Asam folat lebih cepat disimpan dan dihancurkan jika dibandingkan dengan kobalamin, tanpa diet yang tepat akan terjadi anemia megaloblastik.
- Normositik Normokron
Anemia normokromik normositik dapat disebabkan berbagai keadaan. Pada perdarahan akut dan hemolisis, sumsum tulang akan bereaksi maksimal dengan meningkatkan produksi sel darah merah dan eritrosit muda. Dalam bentuk lain anemia normokromik normositik, respon sumsum tulang malah berkurang disebabkan penyakit sumsum tulang intrinsik, kekurangan ion besi atau inadequat efek eritropoetin
Anemia normositik juga merupakan perdarahan yang banyak saat trauma baik di dalam maupun di luar tubuh akan menyebabkan anemia dalam waktu yang relatif singkat. Perdarahan dalam jumlah banyak biasanya terjadi pada maag khronis yang menyebabkan perlukaan pada dinding lambung. Serta pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dan post partus.
- Berdasarkan beratnya :
- Anemia aplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh ketidaksanggupan sum sum tulang belakang membentuk sel darah merah. Sehingga sel darah merah dalam tubuh berkurang.
- Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.
II.4 ANEMIA HEMOLITIK
Penyakit anemia hemolitik adalah salah satu jenis penyakit kekurangan darah yang disebabkan oleh meningkatnya proses penghancuran sel darah merah dalam tubuh. Apabila dibiarkan tentu keadaan seperti ini akan berdampak buruk pada penderita. Pada kondisi normal, sel darah merah akan bertahan dalam waktu 120 hari, namun pada penderita anemia hemolitik penghancuran sel darah merah terjadi lebih cepat. Hal ini akan menyebabkan penurunan sel darah merah, yang bersifat sementara atau secara terus menerus.
Gejala anemia hemolitik hampir sama dengan anemia yang lain. Kadang-kadang gejala hemolisis terjadi secara tiba-tiba, terasa sangat berat dan menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
- Menggigil
- Demam
- Perasaan melayang
- Nyeri punggung dan nyeri lambung
- Penurunan tekanan darah.
- Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.
- Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, sehingga sering menyebabkan nyeri perut.
Penyakit anemia sering terjadi akibat dari sumsum tulang tidak mampu mengatasi akibat dari usia sel darah merah yang pendek, atau bisa juga terjadi akibat gangguan dari beberapa faktor. Sumsum tulang akan berusaha mengganti dan mempercepat pembentukan sel darah merah, dan apabila keadaan tersebut terjadi terus menerus akan menyebabkan anemia hemolitik. Terjadinya seseorang yang menderita penyakit anemia hemolitik yaitu akibat dari adanya beberapa faktor yang menjadi pemicunya, seperti :
- Adanya kelainan pada sel darah merah pada tubuh (seperti adanya kelainan kelainan pada kandungan hemoglobin, kelainan pada fungsi sel darah merah, dll).
- Ada penyakit tertentu (seperti penyakit kanker tertentu terutama limfoma atau lupus eritematosus sistemik).
- Konsumsi obat-obatan tertentu (seperti dapson, metildopa, hingga golongan sulfa).
- Terjadi sumbatan pada pembuluh darah.
- Terjadi pembesaran pada limpa.
- Sistem kekebalan yang menghancurkan reaksi autoimun
Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :
- Anemia hemolitik karena faktor didalam eritrosit sendiri (intrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat herediter-familier.
- Anemia hemolitik karena faktor diluar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat didapat (acquired).
Di klinik, khususnya penyakit dalam, anemia hemolitik yang paling banyak dijumpai adalah anemia hemolitik autoimun. Agaknya, anemia hemolitik herediter-familier hanya sebagian kecil yang dapat mencapai usia dewasa, sehingga lebih banyak dijumpai di bagian anak.
- 5 ERITROBLASTOSIS FETALIS
Eritroblastosis fetalis atau dalam adalah suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan ibunya. Perbedaan faktor golongan darah ini akan mengakibatkan terbentuknya sistem imun (antibodi) ibu sebagai respon terhadap sel darah bayi yang mengadung suatu antigen. Eritroblastosis fetalis biasanya terjadi apabila bayi bergolongan darah rhesus positif sedangkan ibu bergolongan darah rhesus negatif.
- Golongan Darah Rhesus
Sistem rhesus membedakan darah menjadi dua golongan, yaitu golongan darah rhesus positif yang mengandung antigen rhesus dan golongan darah rhesus negatif yang tidak mengandung antigen rhesus. Apabila antigen rhesus pada darah rhesus positif masuk ke dalam sirkulasi darah rhesus negatif, maka tubuh orang rhesus negatif akan membentuk antibodi untuk melawan antigen dari darah rhesus positif tadi. Antibodi adalah suatu protein yang berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau membawa benda asing atau membawa benda asing (antigen). Contohnya adalah, apabila ada donor darah dari darah rhesus positif yang diberikan kepada resipien yang berdarah rhesus negatif, maka pada tubuh resipien akan mengalami pembekuan darah. Hal ini tidak membantu, tapi justru merugikan resipien karena ginjalnya akan bekerja lebih keras membersihkan darah yang membeku.
Hal sebaliknya tidak terjadi apabila darah rhesus negatif didonorkan pada resipien berdarah rhesus positif; tidak terjadi pembekuan darah karena darah dari donor tidak mengadung antigen
- Eritroblastosis Fetalis
Eritroblastosis fetalis terjadi apabila seorang laki-laki yang bergolongan darah rhesus positif menikah dengan wanita yang bergolongan darah rhesus negatif, maka anak mereka kemungkinan besar bergolongan darah rhesus positif karena faktor rhesus bersifat dominan secera genetika.
Kasus Eritroblastosis fetalis biasanya terjadi pada kehamilan anak kedua dan seterusnya jika semua anak rhesusnya positif. Pada kehamilan pertama darah janin tidak banyak yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak terbentuk antibodi pada tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke sistem sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh karena bayi sudah terlahir.
Pada kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang mengadung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis (pecah) hebat. Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi akan merespon kekurangan sel darah merah ini dengan melepaskan sel darah merah yang masih muda yang disebut eritroblas ke dalam sirkulasi darahnya (makanya disebut eritroblastosis fetalis; fetal = fetus = janin).
- Hubungannya dengan Eritroblastosis Fetalis
Orang Asia pada umumnya bergolongan darah rhesus positif, di Indonesia hanya 0,5 % saja yg bergolongan darah rhesus negatif. Berbeda dengan orang bule (Amerika, Eropa, dan Australia) yang lebih banyak bergolongan darah rhesus negatif (15%-18%).
Jadi apabila laki-laki Indonesia yang mayoritas rhesus positif menikah dengan wanita bule yang kemungkinan rhesus negatif, anaknya beresiko mengalami eritroblastosis fetalis.
- Cara Meminimalisasi Eritroblastosis Fetalis
Apabila diketahui ayah bergolongan rhesus positif dan ibu rhesus negatif, sebaiknya dilakukan pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat dilakukan amniosintesis atau pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga golongan darah janin dapat diketahui. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan kelahiran.
- 6 HEMOSTASIS DAN KOAGULASI
- Pengertian Hemostasis
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit (platelet) sel.
Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.
- Faktor Pembekuan Darah
Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu tromboblastin, protrombin, Ca 2+ dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling tidak ada 12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak pada table berikut ini.
Faktor | Nama |
I
II III IV V VII VIII IX IX X XII XIII |
Fibrinogen
Protrombin Tromboplastin ( faktor jaringan) Ca2+ Proakselerin = globulin akselerator (Ac-glob) Prokonvertin Faktor antihemofilia, globulin antihemofilia (AHG) Komponen Tromboplastin plasma (faktor christmas) Faktor stuart-power Anteseden tromboplastin plasma (PTA) Faktor hageman Faktor Laki-Lorand |
Tabel 1.1 faktor pembekuan darah.
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.
- PROSES PEMBEKUAN DARAH
Proses pembekuan darah disebut juga dengan hemostasis. Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
- Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya
- Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
- Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin
Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut:
- Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi
- Kofaktor
- Fibrinogen
- Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin
- Protein pengatur dan sejumla protein lainnya
1). Lintasan intrinsic
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif). Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, factor XIIa mengaktifkan factor XI menjadi XIa, dan juga melepaskan bradikinin (vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Faktor XIa dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
2). Lintasan Ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
- Anemia(dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
- Macam-macam anemia adalah
- Anemia Mikrositik Hipokrom
- Anemia Makrositik
- Normositik Normokrom
- a. Anemia hemolitik karena faktor didalam eritrosit sendiri (intrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat herediter-familier.
- Anemia hemolitik karena faktor diluar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat didapat (acquired).
- Eritroblastosis fetalis atau dalam adalah suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan golongan darah dengan ibunya
- Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh darah.
III.2 SARAN
Demikianlah makalah yang telah kami susun mengenai anemia, yang
meliputi berbagai macam klasifikasinya.demi kesempurnaan makalah ini kami harapkan kritikan serta saran yang membangun. Saran dari penulis kami harapkan agar pembaca dapat memaknai makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aes Cv Lapius FKUI.
Anonim, 2012. Anemia. http://putrysumba.blogspot.com. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015. Makassar
Isselbacher. Kurt J.2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta:EGC.
Kumar, Vinary. dkk. 2007. Buku Ajar Patologis Ed 7. Jakarta. EGC
Marlyn E. Doenges, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.
Sacher, Ronald A. dkk. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Jakarta:EGC.
Setiabudy, Rahajuningsih D. 2009. Hemostasis dan Trombosis Edisi Keempat. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.