INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI PERAIRAN

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

 

PERCOBAAN II

INDEKS PERBANDINGAN SEKUENSIAL BERDASARKAN KEANEKARAGAMAN BENTOS DI PERAIRAN

NAMA                                               : ASTRID SAFIRA IDHAM

NIM                                                    : H41113341

KELOMPOK                                    : II (DUA) B

HARI/TGL. PERCOBAAN                        : SELASA 18 MARET 2014

ASISTEN                                          : ANWAR

                                               : AHMAD SOLEH

 

 

 

 

LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

BAB 1

PENDAHULUAN

 

I.1 Latar Belakang

            Ekosistem merupakan suatu sistem di alam dimana terdapat hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme lainnya. Ekosistem sifatnya tidak tergantung ukuran tetapi ditekankan pada kelengkapan komponennya. Berdasarkan atas habitatnya, ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat (terestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Komponen-komponen suatu ekosistem perairan dapat dikenal berdasarkan cara hidupnya yaitu bentos, perifiton, plankton, nekton dan neston. Salah satu komponen yang memiliki variasi organisme yang cukup banyak dalam suatu perairan sangat ditentukan pula oleh jenis substrat dasar, makin bervariasi substrat, makin bervariasi pula organisme yang dapat hidup di dalamnya. Umumnya organisme yang termasuk bentos didominasi oleh hewan-hewan dari kelompok gastropoda, bivalvia, crustaceae, dan annelida (Umar, 2014).

Secara empiris wilayah perairan merupakan tempat aktivitas ekonomi yang cukup berkembang di setiap era, yang mencakup perikanan laut dan pesisir, transportasi, rekreasi, dan pariwisata serta kawasan pemukiman bagi penduduk asli maupun pendatang dan juga dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah oleh beberapa negara (Dahuri, 2002).

Penggunaan bentos sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks bologi. Cara ini dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar. Jenis-jenis organism ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan,sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnyakondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).

I.2. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan yaitu :

  1. Untuk mengetahui keragaman bentos dalam ekosistem perairan berdasarkan Indeks Perbandingan Sekuensial
  2. Mengenalkan dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan keragaman bentos dalam perairan.

I.3. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan mengenai Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 18 Maret 2014 pukul 14.00 – 17.00 WITA, yang bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 18 Maret 2014 pukul 06.00 – 08.00 WITA bertempat di Danau Universitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Di bumi ada bermacam-macam ekosistem. Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi (Amrullah, 2010).

Pemanfaatan ekosistem perairan secara terus menerus akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan perairan, maka bentos digunakan sebagai indikator kualitas perairan dinyatakan dalam bentuk indeks biologi.  Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19 dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di perairan tercemar.  Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme yang hidup di perairan tidak tercemar.  Kemudian oleh para ahli biologi perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator kualitas perairan (Resosoedarmo, 1993).

Cairns et al pada tahun 1971 mengembangkan suatu metode yang sederhana, tetapi cukup baik untuk mengestimasi keanekaragaman biologis secara relatif, yang disebut “sequential Comparison Index” atau disingkat dengan S.C.I. Indeks keanekaragaman ini dalam bahasa Indonesia disebut Indeks Perbandingan Sekuensial (I.P.S). Menurut Cairns, indeks ini dapat memenuhi keperluan untuk menilai secara cepat akibat adanya pencemaran terhadap ekosistem, misalnya sungai, kolam, danau, dan laut. Cara ini tidak memerlukan keterampilan untuk mengidentifikasi hewan-hewan dalam komunitas, sehingga dapat menghemat waktu dan pekerjaan(Umar, 2014).

Dalam setiap ekosistem air, jumlah kehidupan binatang berbanding lurus dengan jumlah kehidupan tumbuhan yang ada di dalamnya. Semua bagian utama tanaman dan hewan diwakilik secara baik dalam komunitas perairan. Organisme perairan digolongkan sesuai dengan bentuk dan kebiasaan hidupnya, wilayahnya atau sub habitat sesuai dengan letaknya dalam rantai makanan (Resosoedarmo, 1993).

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena sering terjadi kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos selalu terus-menerus terdesak oleh air yang kualitasnya berubah-ubah. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan bentos (Odum, 1993).

Penggolongan ekologi yang didasarkan pada bentuk kehidupan atau kebiasaan hidup, yaitu (Setiadi,1989) :

     1.      Plankton

Plankton adalah organisme yang pergerakannya diatur oleh arus perairan. Cara ideal untuk mempelajari plankton merupakan cara yang tidak hanya memperkirakan jumlah makhluk hidup, namun juga suatu konsentrasi spesies sangat berbeda dalam ukuran. Umumnya plankton hewan (zooplankton) lebih besar daripada plankton tumbuhan (fitoplankton). Beberapa fitoplankton mempunyai ukuran kurang dari 1/100 mm dan dapat lolos dari jarring-jaring plankton terhalus. Bentuk plankton seperti ini disebut sebagai nano plankton. Bentuk lebih besar yang tertahan oleh jarring-jaring plankton standar disebut plankton jaring atau plankton tersaring.

     2.      Bentos

Bentos merupakan beragam binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Nama bentos diberikan pada organisme penghuni dasar. Harus benar-benar diketahui bahwa istilah “bentos” mencakup substrat pada garis pantai, demikian juga kedalaman terbesar dari badan air. Seperti dapat diharapkan, kondisi untuk kehidupan akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga dengan sifat fisik substrat, keragama demikian hanya beberapa sifat dapat diketahui. Hewan bentos dibagi berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring, seperti kerang dan pemakan deposit seperti siput.

     3.      Nekton

Nekton adalah organisme yang dapat bergerak dan berengan dengan kemauan sendiri.

     4.      Neuston

Neuston adalah organisme yang beristirahat dan pada permukaan perairan.

     5.      Perifiton

Perifiton atau lebih tepat aufwuchs adalah nama yang diberikan pada kelompok berbagai organisme yang tumbuh atau hidup pada permukaan bebas yang melayang dalam air seperti tanaman, kayu, batu dan permukaan yang menonjol.

Bentos mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar perairan.  Dimana dalam ekosistem perairan, makrozoobentos sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Sumarwono, 1980).

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang mempengaruhi diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yaitu (Lakitan, 1987):

  1. Suhu
  2. Arus
  3. Oksigen terlarut (DO)
  4. Kebutuhan oksigen biologi (BOD)
  5. Kimia (COD)
  6. Kandungan nitrogen (N)
  7. Kedalaman air
  8. Substrat dasar

Keberadaan hewan bentos dalam suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotick maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air (Sumarwono, 1980).

Bentos sering dijadikan uji parameter terhadap permasalahan lingkungan seperti pencemaran, sebab jenis biota laut tersebut hidup didasar laut dan cenderung sangat lambat pergerakannya dibandingkan jenis lainnya seperti ikan. Selain itu bentos sangat sensitif dan peka terhadap suatu perubahan dalam air (Odum, 1993).

Cara untuk mendapatkan data kuantitatif maupun kualitatif mengenai jenis-jenis hewan yang hidup dalam suatu perairan, yaitu denganmenangkap hewan tersebut dengan menggunakan berbagai kombinasi berbagai macam cara. Mulai dari penangkapan dengan tangan, pinset, jala, ayakan, Eickman grab maupun alat-alat lainnya. Dari hasil penangkapan tersebut kemudian dilakukan perhitungan indeks perbandingan sekuensial untuk mengetahui seberapa tercemar daerah tempat dimana hewan tersebut ditangkap (Umar, 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE PERCOBAAN

 

III.1. Alat

            Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah botol sampel, Eickman Grab, ayakan (mess), pinset, baskom, baki plastik, dan kaca pembesar (lup) .

 

III.2. Bahan

            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bentos, air, dan alkohol dan kaos tangan karet.

 

III.3. Cara kerja

Cara kerja dalam percobaan ini adalah:

1. Cara Pengambilan Sampel

     a. Menggunakan Eickman Grab

  1. Membuka kedua belahan pengeruk Eickman Grab hingga menganga dan mengaitkan kawat penahannya pada tempat pengait kawat yang terdapat pada bagian atas alat tersebut.
  2. Memasukkan pengeruk secara vertikal dan perlahan-lahan kedalam air hingga menyentuh dasar perairan.
  3. Menjatuhkan logam pembeban sepanjang tali pemegangnya, sehingga kedua belahan Eickman Grab akan menutup, dan lumpur serta hewan yang terdapat di dasar perairan akan terkumpul di dalam kerukan.
  4. Menarik secara perlahan-lahan Eickman Grab keatas dan menumpahkan isinya kedalam baskom.
  5. Mengayak sampelsambil disiram air sehingga lumpur keluar dan sampah-sampah dibuang. Dipilih bentos yang didapat dan dimasukkan kedalam botol.

b. Menggunakan ayakan (mess) :

  1. Mengambil lumpur yang bercampur organisme yang berada pada dasar perairan dengan menggunakan ayakan.
  2. Mengangkat secara perlahan lalu membersihkannya dengan menggunakan air (masih tetap menggunakan ayakan).
  3. Melakukan pengambilan sampel sebanyak 2 kali di tempat yang berbeda.
  4. Menyimpan sampel yang telah diayak pada baskom plastik yang telah disediakan.
  5. Memasukkan sampelkedalam botol.

2. Cara kerja di Laboratorium

  1. Menumpahkan sampel yang telah diambil kedalam wadah yang telah disediakan dan mengambil satu persatu secara acak dan meletakkannya pada wadah yang lain sambil diurutkan.
  2. Mengurutkan sampel danmembandingkannyadarijenisA dengan jenisB, jenisB dengan jenisC dan seterusnya, kemudian melihat apakah sejenis atau tidak.
  3. Melakukan pengamatan diatas meja. Jenis yang dianggap sama diberi kode yang sama dan ini berarti tergolong se “Run”. Hal ini dilakukan secara acak, asal serangkaian sampel tadi dianggap sama.
  4. Melakukan pengamatan sampai semua sampel habis, dicatat semua data dalam buku, kemudian melakukan perhitungan Indeks Keanekaragaman Sekuensial bentos tersebut dengan menggunakan rumus Indeks Perbandingan Sekuensial :

S. C.I (L. P. S) =

DAFTAR PUSTAKA

 

Amrullah, T., (2010), Struktur Komunitas Makrozoobenthos, http://eprints.undip.         ac.id/23802/1/Amrullah_Taqwa.pdf, (diakses pada tanggal 18 Maret 2014, pppppppada pukul 20.00 WITA).

 

Dahuri, R., (2002), Membangun Kembali Perekonomian Indonesia melalui iiiiiiiiiiiiSektorPerikanan dan Kelautan, Lembaga Informasi dan Studi iiiiiiiiiiiiPembangunanIndonesia,Jakarta.

 

              Lakitan, B., (1987), Bentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Pesisir, PT RajaggggggGrafindo Persada, Jakarta.

 

Odum, E., (1993), Dasar-Dasar Ekologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Resosoedarmo, (1993), Polusi Domestik dan Kualitas Air, Gadjah Mada iiiiiiiiiiiiUniversity Press, Yogyakarta.

 

Setiadi, A., (1989), Pengantar Ekologi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

 

Sumarwono, (1980), Ekologi Perairan, Universitas Padjajaran, Bandung.

 

Umar, M. R., (2014), Penuntun Praktikum Ekologi Umum,Jurusan Biologi iiiiiiiiiiiUniversitas Hasanuddin, Makassar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

IV.1 HASIL

IV.1.1 Tabel Pengamatan Untuk Ayakan

AA CCC BB CCCC B CCCC BBB CCCC D BBB C BB C B C B C B C D

nSpecimen : 38

nRun         : 20

nTaksa       : 4

 

IV.1.2 Tabel Pengamatan Untuk Eickman Grab

AAAAAA C BB E CCCC B D E CC B A BB AA B C BBB D BBBBBB E C BBBBBB

nSpecimen : 45

nRun         : 21

nTaksa       : 5

 

Keterangan :

 

N Run                      = Jumlah urutan yang sama

                        N Taksa                    = Jumlah individu yang dianggap sama

                        N Spesimen               = Jumlah keseluruhan individu

 

I.V.1.3 Tabel Petunjuk Tingkat Pencemaran

Derajat Pencemaran

S. C. I

Belum tercemar

> 2

Tercemar ringan

1,6 – 2,0

Tercemar sedang

1,0 – 1,5

Tercemar berat

< 1

IV.1.4 Analisis Data

  1. Menggunakan Ayakan

Jumlah Run         = 20

Jumlah Specimen = 38

Jumlah Taksa       = 4

Jadi, S. C. I (IPS) =

                               =

                             = 2,1 (Belum tercemar)

  1. Menggunakan Eickman Grab

Jumlah Run          = 21

Jumlah Specimen = 45

Jumlah Taksa       = 5

Jadi, S. C. I (IPS) =

                                   =

                                  = 2,3 (Belum tercemar)

 

IV.2 Pembahasan

            Percobaan tentang Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bentos di Ekosistem Perairan, dilakukan untuk mengetahui apakah daerah perairan yang dijadikan sebagai sampel, yaitu danau yang terletak di area kampus Universitas Hasanuddin tercemar atau tidak. Sebelum percobaan ini dilakukan di lab terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Pengambilan sampel bentos di danau dilakukan dengan menggunakan 2 alat yang berbeda yaitu, Eickman grab dan ayakan. Pengambilan sampel pada masing-masing alat dilakukan sebanyak 2 kali, Setelah itu dibersihkan dan diberi alcohol secukupnya. Selanjutnya sampel dibawa ke lab untuk dipisahkan berdasarkan jenis dari segi bentuk dan warna, kemudian menggolongkannya dalam jenis yang sama, lalu menentukan nRun, nTaksa, dan nSpecimen setelah itu menghitung indeks perbandingan sekuensialnya dengan rumus S. C. I (IPS) = .

            Kondisi fisik danau pada saat pengambilan sampel terlihat sedikit tercemar, karena terlihat tampilan air danau yang tidak jernih yaitu berwarna kehijau-hijauan serta pada saat dicium terdapat bau yang tidak sedap. Di danau juga banyak terdapat tanaman eceng gondok yang menutupi pinggiran danau, serta masih banyak terlihat sampah, seperti plastic. Selain itu pada saat pengambilan sampel di dasar danau terlihat tanah yang berwarna hitam serta berbau seperti got yang ikut pada Eickman grab maupun ayakan. Dapat disimpulkan dari kondisi fisik ini, bahwa danau unhas sedikit tercemar.

            Dari data yang diperoleh hasil perhitungan Indeks Perbandingan Sekuensial pada ayakan adalah 2,1 sedangkan pada Eickman grab adalah 2,3. Hasil yang diperoleh, bila dibandingkan dengan teori yaitu jika keanekaragaman tinggi berarti tidak terjadi pencemaran tetapi jika keanekaragaman rendah berarti terjadi pencemaran maka dapat dikatakan bahwa hasil yang kita dapat dari percobaan ini sudah sesuai dengan teori, dimana pada percobaan, didapatkan bentos yang banyak pada penggunaan Eickman Grab dan pada penggunaan ayakan didapatkan sedikit bentos dan setelah dianalisis dari penggunaan kedua alat tersebut adalah danau yang dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel tidak tercemar.

            Tetapi bila dibandingkan dengan pengamatan kondisi fisik danau dengan analisis data, hal ini tentu saja bertentangan. Ini terjadi akibat kondisi fisik danau menunjukkan bahwa danau tersebut tercemar sedangkan pada analisis data angka yang dihasilkan menunjukkan bahwa danau tersebut tercemar. Dalam pertentangan ini ada factor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut yaitu, praktikan yang kurang teliti dalam menggolongkan jenis bentos atau siput yang diperoleh, jadi hasil analisis yang diperoleh pun tidak sesuai dengan kondisi fisik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

V.1 Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah :

  1. Dari nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang didapatkan pada penggunaan ayakan yaitu 2,1 berarti tempat tersebut tidak tercemar karena memiliki keanekaragaman bentos yang cukup banyak, begitu juga pada penggunaan Eickman Grab nilai Indeks Perbandingan Sekuensial yang diperoleh adalah 2,3 berarti tempat tersebut tidak tercemar karena masih memiliki keanekaragaman bentos yang cukup banyak.
  2. Mahasiswa mampu menggunakan alat untuk mengetahui keanekaragaman bentos  dalam suatu ekosistem perairan, yaitu Eckman Grab dan Ayakan (mess).

 

V.2 Saran

            Sebaiknya alat yang disediakan untuk percobaan ini, disediakan dalam jumlah yang banyak agar praktikum dapat berjalan dengan efisien.

Leave a comment